Pengertian Etika Moral dan Susila
fikriamiruddin.com - Terma etika berasal dari kata Bahasa Yunani ethos. Secara etimologis, etika bermakna watak, susila, dan adat. Sedangkan secara terminologis, dapat diartikan menjelaskan arti baik/buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan, menunjukkan tujuan dan jalan yang harus dituju dan menunjukkan apa yang harus dilakukan. Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan pengertian etika dan membaginya menjadi tiga macam sebagai berikut.
Pertama, nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan dan masyarakat. Kedua, kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Ketiga, ilmu mengenai apa yang baik dan apa yang buruk dan mengenai hak dan kewajiban moral (akhlak). K. Bertens mendefinisikan etika sebagai “Ilmu pengetahuan mengenai filsafat moral yang tidak membahas fakta, namun lebih cenderung pada nilai, bukan mengenai karakter namun mengenai ide perilaku manusia.”
Berdasarkan definisi-definisi yang dipaparkan tersebut dapat dipahami bahwa etika merupakan seperangkat nilai yang merupakan hasil gagasan manusia mengenai tata aturan yang berkaitan dengan perilaku manusia dan menjadi layak, wajar, sehingga bisa diterima suatu komunitas pada ruang dan waktu tertentu. Etika dipandang penting eksistensinya demi keberlangsungan tatanan sosial untuk mencapai ketentraman dan kedamaian dalam hidup bermasyarakat.
Tata nilai tersebut memiliki kekuatan mengikat bagi komunitas yang dimaksud, sehingga apabila ada yang melanggarnya, maka dianggap sebagai orang yang tidak taat dan tidak tahu etika, serta termasuk kategori individu atau kelompok masyarakat yang “melawan” secara etika terhadap konsensus tata nilai perilaku sosial yang telah disepakati bersama. Dalam konteks gagasan ideal terkait dengan perilaku yang layak berdasarkan kepantasan bagi manusia sesuai wilayah geografis, etnis, budaya dan terbatas pada ruang dan waktu.
Ditinjau dari aspek sumbernya, etika berbasis pertimbangan-pertimbangan akal pikiran atau logika manusia. Dalam konteks ilmu pengetahuan modern, istilah etika merupakan wilayah filsafat dan secara makro kajian etika seringkali dimasukkan ke dalam kategori disiplin ilmu filsafat moral. Dalam tataran praksis, etika bersifat tidak mutlak, absolut, dan universal. Etika diperlukan bagi suatu komunitas demi kelangsungan tatanan sosial yang telah disepakati untuk dipertahankannya dengan tujuan agar tatanan tersebut tidak lenyap ditelan hegemoni globalisasi peradaban dunia.
Dari sudut pandang fungsinya, etika sebagai penilai atau penentu apakah suatu perbuatan itu layak dan wajar untuk disebut perbuatan baik atau buruk, mulia atau terhormat, benar atau salah. Jadi secara singkat, etika lebih bersifat sebagai wasit atau hakim bagi suatu perilaku manusia. Oleh karena itu, sifat nilai yang diberikan komunitas berdasarkan etika ini adalah relatif dan dapat berubah sesuai dengan tuntunan adat, budaya, ruang, dan masa.
Baca Juga: Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan dan Filsafat
Dengan demikian, etika lebih bersifat horizontal, humanis, dan antroposentris, mengingat nilai-nilai yang dijadikan pedoman di dalamnya adalah produk manusia. Etika berlandaskan hasil ijtihad masyarakat yang bertujuan memelihara nilai-nilai lama yang dianggap baik yang terancam punah sebab perkembangan masa. Nilai-nilai ini penting dilestarikan oleh komunitas demi memberikan pengarahan-pengarahan etis berdasarkan kesepakatan masyarakat tersebut.
Sehingga sifatnya sangat lokalistik, temporal, terbatas dan powernya hanya pada komunitas yang dimaksud. Sebagai contoh, KEM (Kode Etik Mahasiswa) yang diterapkan di lingkungan kampus. Masing-masing kampus tentu memiliki kebijakan dan tata kelola etika yang berbeda. Serta dapat mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan-perubahan zaman demi kemajuan institusi kampus yang dimaksud.
Sedangkan moral, secara bahasa berasal dari kata mores (Latin) yang berarti adat kebiasaan. Secara istilah, ia bermakna sebagai batasan terhadap aktivitas manusia dengan memberi nilai baik atau buruk, benar atau salah. Sedangkan dalam Bahasa Indonesia, istilah moral artinya adalah susila. Moral merupakan ide-ide umum mengenai tindakan manusia berkaitan dengan mana perbuatan yang layak, wajar, dan baik sesuai dengan adat kebiasaan dan kultur yang berlaku.
Konsepsi moral ini selalu mengacu pada baik buruknya suatu perbuatan manusia berdasarkan adat-istiadat. Membincangkan mengenai moral artinya membahas manusia dari sudut pandang perilaku hidupnya yang terkait dengan baik buruk perbuatannya dalam perspektif kultur dan budaya. Nilai moral inilah yang kemudian menentukan kualitas manusia sebagai pribadi individual, maupun sebagai makhluk sosial yang tidak terlepas dari komunitas dan lingkungannya.
Misalnya, ungkapan “Orang itu bermoral”, artinya adalah “Orang tersebut dianggap bertingkah laku baik, sebab memahami perilaku-perilaku etis yang berlaku di masyarakat itu.” Jadi, moral lebih mengacu pada aspek norma-norma yang berkembang dan berlaku pada masyarakat itu. Namun, seringkali masyarakat menyamakan antara makna moral dengan akhlak (baca: budi pekerti baik berdasarkan barometer ajaran Islam).
Baca Juga: Hubungan Ilmu Akhlak dengan Psikologi
Namun, ketika merujuk kepada makna asalnya, moral cenderung bermakna nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat berlandaskan kultur dan menjadi suatu pedoman apakah nilai itu baik atau buruk. Jadi, budaya dan kultur yang dipegangi masyarakat sangat besar perannya dalam menentukan nilai, apakah nilai itu menjadi benar atau salah. Kultur yang dimaksud di sini dapat berbasis agama, kepercayaan-kepercayaan yang dianut komunitas tertentu berlandaskan wilayah geografis atau pun nilai-nilai kemanusiaan lainnya yang berdimensi sosial, politik, ekonomi, dan lain sebagainya.
Hal-hal yang terkait dengan kesadaran moral di antaranya sebagai berikut. Pertama, perasaan wajib (keharusan) melakukan perbuatan yang bermoral yang mana perasaan tersebut terdapat dalam hati nurani (consciense/qalb). Kedua, berwujud rasional, objektif, perbuatan yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat luas dan berlaku secara universal. Ketiga, muncul dalam bentuk kebebasan, yakni bebas menaatinya atau sebaliknya, sebab berkaitan dengan hati nurani.
Dengan kata lain, moral mengacu pada sebuah nilai atau sistem hidup yang diberlakukan oleh masyarakat untuk memberikan harapan kebahagiaan dan ketentraman. Nilai tersebut berkaitan dengan perasaan wajib, rasional dan berlaku secara umum tanpa dorongan atau paksaan eksternal individual sehingga muncul kesadaran moral secara tulus. Namun, sebagai pengembangan dari nilai-nilai moral ini, muncullah keilmuan dalam aspek disiplin filsafat yang populer dengan istilah “Filsafat Moral.”
Sementara itu, susila berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya dasar, prinsip, peraturan hidup, dan norma. Namun, pengertian susila secara istilah adalah aturan-aturan hidup yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat menjadi lebih baik. Dengan demikian, susila dapat pula berarti sopan-santun, berperilaku baik, dan juga baik budi bahasanya. Sebagai contoh, kalimat “Dia bersusila” dapat bermakna bahwa dia adalah orang yang berkelakuan baik.
Sebaliknya, kata asusila ditujukan kepada orang yang bertingkah laku buruk. Susila ini lebih mengacu pada upaya-upaya dalam membuat norma-norma baik untuk dijadikan sebagai prinsip dan dasar hidup suatu masyarakat agar tatanan sosialnya menjadi stabil, damai, sejahtera, dan tentram. Upaya-upaya tersebut dapat berupa membimbing, memandu, mengarahkan, membiasakan, dan mendorong agar masyarakat hidup sebagai komunitas beradab yang memiliki nilai-nilai mulia.
Nilai-nilai luhur dan mulia tersebut secara ideal menjadi sebuah pedoman atau prinsip-prinsip mendasar dalam bersosialisasi antar sesama demi mencapai tujuan bersama.
Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Kalam. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
0 Response to "Pengertian Etika Moral dan Susila"
Posting Komentar