Islam dan Problematika Sosial
fikriamiruddin.com - Agama Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw terdapat berbagai petunjuk mengenai bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dan dalam arti yang seluas-luasnya. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, mencintai kebersihan, dan mengutamakan persaudaraan.
Dalam al-Qur’an dan Hadis ditemukan bahwa proporsi terbesar adalah ditujukan pada urusan sosial. Dalam kajian ilmu-ilmu sosial ditemukan adanya teori struktural fungsional, yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya. Sementara Islam, sebagai agama tetap eksis. Dalam artian, bahwa Islam mempunyai sejumlah peran dan fungsi di masyarakat.
Kendati demikian, dalam kenyataannya Islam yang ditampilkan oleh pemeluknya jauh dari cita ideal tersebut. Ibadah yang dilakukan umat Islam seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya hanya berhenti sebatas membayar kewajiban dan menjadi lambang kesalehan, sedangkan buah dari ibadah yang berdimensi kepedulian sosial kurang tampak. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi kesalahan di kalangan umat Islam dalam memahami dan menghayati peran simbolis keagamaan itu.
Akibatnya, agama lebih dihayati sebagai penyelamatan individu dan bukan sebagai keberkahan sosial secara bersama, seolah Allah tidak hadir dalam problematika sosial kita. Padahal, Islam adalah agama yang memiliki banyak dimensi, mulai dari dimensi keimanan, akal pikiran, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, sejarah, perdamaian, sampai pada kehidupan rumah tangga dan masih banyak lagi.
Islam sebagai agama, hadir membawa misi pembebasan umat manusia dari ketertindasan dan ketidak-adilan. Namun, dalam perjalanan sejarahnya, misi Islam tersebut tidak selalu tampak di tingkat realitas kehidupan. Realitas masyarakat muslim masih diliputi kebodohan, kemiskinan, ketimpangan sosial, dan ketidak-adilan ekonomi. Hal ini terjadi lantaran pemahaman masyarakat muslim terhadap Islam masih terbelenggu pada tataran simbolik dan formalistik.
Baca Juga: Sejarah Perkembangan Islam pada Periode Pertengahan dan Modern
Keberhasilan misi Islam sebagai agama hanya dimaknai pada seberapa banyak pengikutnya berbondong-bondong dan beramai-ramai melaksanakan ritual-ritual keagamaan, merayakan hari besar, pengukuhan identitas yang bersifat lahiriah, dan pada sejauh mana ketentuan-ketentuan ajaran diformalkan. Akibatnya, Islam menjadi jauh dari realitas masyarakatnya.
Islam yang semestinya berfungsi sebagai salah satu alat (tool) pembebasan justru jauh dari realitas sosial. Islam dan teksnya hanya duduk di menara gading. Fungsi dasar Islam yang terkandung dalam prinsip-prinsip kemanusiaan terlupakan dan tidak mendapat perhatian sama sekali. Islam melayang-layang di atas awan, Islam tidak membumi dan hanya berputar-putar di wilayah teologis.
Oleh karenanya, yang menjadi tugas dan tanggung jawab mendasar umat Islam adalah bagaimana mengembalikan fungsi dasar dan prinsip dari tujuan diturunkannya Islam di tengah kehidupan manusia, membumikan agama, dan mengkomunikasikannya dengan realitas empirik serta memposisikan Islam agar mampu berdialog dan berdialektika dengan manusia beserta kondisi riilnya.
Maka terdapat pernyataan bahwa perubahan discourse keagamaan sangat diperlukan dengan cara merubah bentuk penafsiran keberagamaan masyarakat muslim. Pemahaman terhadap Islam harus berubah dari teosentris menuju antroposentris sehingga fungsi dan eksistensi Islam akan terbebaskan dari belenggu formalistik, simbolik, God-oriented dan text-oriented. Ia menyatu dan berkolaborasi dengan realitas kemanusiaan dan berorientasi pada masyarakat.
Baca Juga: Sejarah Perkembangan Islam pada Masa Awal
Islam tidak boleh dipahami sebagai agama yang hanya mengurus persoalan-persoalan ritual (‘ubudiyyah) belaka, sementara persoalan kemasyarakatan (mu’amalah) hanya sekedar menjadi ‘pemanis’ bagi sikap keberagamaannya. Umat Islam harus dibangunkan dari keterlelapannya untuk menarik ajaran Islam dari pelataran langit ke pelataran bumi. Perbincangannya dari teks untuk teks yang melayang-layang harus ditarik kepada perbincangan mengenai realitas yang menghimpit masyarakat.
Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Perbedaan Paham di Kalangan Umat Islam. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
0 Response to "Islam dan Problematika Sosial"
Posting Komentar