Al-Qur’an dan Hadis Sebagai Sumber Ajaran Islam
fikriamiruddin.com - Dalam sebuah Hadis Nabi disebutkan bahwa “Aku tinggalkan kepadamu dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selamanya apabila berpegang teguh kepada dua hal tersebut, yakni al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw.” Hadis ini menjelaskan mengenai sumber ajaran agama Islam adalah al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Al-Qur’an merupakan fenomena unik dalam sejarah keberagamaan manusia.
Oleh para pembacanya, al-Qur’an dianggap ada di atas wilayah keduniaan, sebagai firman Allah yang abadi dan tidak tergantikan. Meskipun demikian, al-Qur’an juga merupakan kitab yang membumi, sejarahnya erat dengan kehidupan dan sejarah umat manusia. Dalam kajian sejarah disebutkan bahwa pada masa Abu Bakar al-Shiddiq, wahyu itu dikumpulkan dan pada masa Utsman bin Affan, wahyu itu dibukukan dalam bentuk sebuah mushaf.
Pada masa Nabi Muhammad Saw, tidak ditemukan banyak permasalahan terkait dengan pemahaman umat Islam terhadap wahyu, sebab segala permasalahan yang muncul bisa langsung dikembalikan kepada Rasulullah Saw, penerima wahyu. Di samping itu, para sahabat juga jarang bertanya kepada Nabi Muhammad Saw mengenai persoalan yang telah disampaikan oleh Nabi.
Mereka melakukan segala bentuk perintah tanpa banyak bertanya dan melakukan segala bentuk perintah dengan cukup meniru apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw (Yahya, 1999). Namun, setelah Nabi Muhammad Saw wafat dan setelah Islam mulai melakukan kontak dengan dunia luar, umat Islam kemudian menafsirkan ajaran wahyu secara berbeda sesuai dengan perbedaan kehidupan sosialnya.
Penafsiran yang berbeda itu kemudian melahirkan keragaman pemahaman di bidang fikih dan teologi. Hal ini dapat dipahami sebab wahyu disampaikan dengan menggunakan bahasa Arab yang bersifat partikular, sementara pesannya adalah universal, sehingga Islam yang universal itu kemudian diformulasikan oleh para pemeluknya ke dalam lokus bahasa dan budaya mereka untuk dapat diamalkan.
Pemahaman mereka berangkat dari dua sumber utama, yakni al-Qur’an dan Sunnah. Upaya mereka itu kemudian disebut dengan ijtihad. Dari ijtihad itu menghasilkan pemahaman atau pemikiran mengenai Islam. Tentu hasil dari upaya ijtihad yang dilakukan oleh setiap umat Islam berbeda antara satu dengan lainnya, berdasarkan pada perbedaan kapasitas keilmuan, faktor sosial, politik, geografi, ekonomi, gender, pendidikan, dan beberapa faktor lainnya.
Baca Juga: Kiai As’ad Syamsul Arifin, Penyampai Isyarah Langit dalam Pendirian Nahdlatul Ulama
Al-Qur’an merupakan firman Allah Swt (kalamullah) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantara malaikat Jibril dan dinilai ibadah bagi yang membacanya. Al-Qur’an merupakan sumber utama bagi umat Islam dalam mengarungi kehidupan ini sesuai dengan aturan Allah Swt. Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw sepanjang masa.
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang dijadikan pedoman dalam hidupnya. Istilah Qur’an, diterjemahkan sebagai bacaan atau tilawah (bacaan yang dilantunkan). Sebagian mufassir muslim berpendapat bahwa kata tersebut berasal dari kata kerja dalam bahasa Arab qarana, meletakkan bersama-sama atau mengikat bersama-sama, yang berarti juga bacaan suci yang terhimpun dalam bentuk kitab.
Secara etimologis, al-Qur’an berasal dari kata qara’a, yang berarti membaca. Al-Qur’an berarti sesuatu yang dibaca. Sementara secara terminologis, al-Qur’an didefinisikan oleh para ulama dengan berbagai macam definisi. Secara umum, para ulama mendefinisikan al-Qur’an sebagai firman Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantara Malaikat Jibril dengan berbahasa Arab, yang dijamin kebenaran isinya dan menjadi hujjah serta mukjizat bagi Rasulullah Saw.
Sebagai sumber aturan, petunjuk bagi seluruh umat manusia, dinilai Ibadah untuk membacanya dan terhimpun dalam mushaf dari surat al-Fatihah sampai dengan surat an-Nas yang diriwayatkan kepada kita secara mutawatir. Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur selama hampir 23 tahun yang diawali dari malam 17 Ramadhan di Gua Hira’. Al-Qur’an diwahyukan kepada Nabi Muhammad ayat demi ayat, surah demi surah.
Apabila wahyu diturunkan, Nabi Muhammad merasa kesakitan, sebagaimana dikatakan “Tidak pernah sekalipun aku menerima wahyu tanpa berpikir bahwa jiwaku telah dijauhkan dari diriku.” Banyak di antara pengikut Nabi Muhammad yang pertama menjadi beriman semata-mata sebab keindahan al-Qur’an yang menggetarkan perasaan mereka yang paling dalam, melampaui konsepsi intelektual mereka sebelumnya dengan cara yang cukup indah.
Kemudian juga memberikan ilham kepada mereka pada suatu tingkatan yang lebih jelas daripada kemampuan berpikir untuk mengubah seluruh cara hidup mereka. Salah satu di antara mereka adalah Umar bin Khattab yang sebelumnya ia dengan lantang menentang ajaran Nabi Muhammad dan bersikeras menghancurkan Islam, namun kemudian tertarik masuk Islam setelah mendengar ayat-ayat al-Qur’an dibacakan.
Baca Juga: Makna Hidayah dan Aplikasinya dalam Teologi Islam
Ia mengatakan “Pada saat aku mendengar al-Qur’an hatiku melunak dan aku terpesona, lalu Islam merasuk dalam jiwaku.” Keistimewaan al-Qur’an juga tampak dengan cara membacanya yang dibukukan dalam suatu ilmu bernama tajwid. Bahkan, disepakati oleh Jumhur Ulama bahwa tidak dibenarkan menulis al-Qur’an dengan rasmimla’i (menulis ayat al-Qur’an dengan mengikuti kaidah Imlak) sebab dianggap mengurangi kemukjizatan al-Qur’an.
Dengan demikian, untuk menulis ayat-ayat al-Qur’an harus mengikuti bentuk tulisan yang sudah dibukukan dalam mushaf yang sekarang ada. Begitu sempurnanya bahasa al-Qur’an, sehingga untuk memahaminya diperlukan ilmu bantu yang disebut dengan Ulum al-Qur’an. Ilmu ini menjelaskan banyak hal yang terkait dengan al-Qur’an, dari proses diturunkannya al-Qur’an dalam bentuk sekaligus (daf’atan wahidatan) hingga yang berangsur-angsur (munajjaman).
Ilmu ini juga menjelaskan mengenai perbedaan antara ayat-ayat yang disebut dengan Makkiyah dan Madaniyah. Selain itu, juga membahas mengenai sebab-sebab diturunkannya ayat-ayat al-Qur’an yang disebut dengan istilah asbab al-nuzul dan beberapa penjelasan lainnya.
Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Jawaban yang Ditawarkan dalam Teologi Islam. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
0 Response to "Al-Qur’an dan Hadis Sebagai Sumber Ajaran Islam"
Posting Komentar