Persoalan dalam Memahami Studi Islam
fikriamiruddin.com - Sesungguhnya upaya untuk memahami studi Islam telah dimulai sejak beberapa abad yang lalu, baik oleh kalangan muslim sendiri maupun kalangan orientalis Barat. Tentu saja dalam berbagai kajiannya, Barat sebagai orang luar tidak berangkat dari sebuah keyakinan, sebagaimana yang dilakukan oleh kalangan umat Islam. Namun, mereka melakukan kajian Islam dari sebuah asumsi interpretasi yang dikaitkan dengan teori dan perspektif metodologi mereka sendiri.
Selain itu, mereka juga menggunakan hasil ciptaan sendiri dan hasil interpretasi mereka sering tidak sesuai dengan keyakinan kalangan umat Islam sebelumnya. Kelompok Barat yang diwakili oleh para orientalis, dalam melakukan kajiannya terhadap Islam tidak terlalu mendalam lantaran tidak memahami aspek sesungguhnya dari beragama. Sedangkan kelompok muslim, lantaran mereka hanya berangkat dari beberapa contoh dan kondisi sejarah yang berbeda.
Tak hanya itu, mereka juga mengkajinya dari sudut pandang ilmu-ilmu sosial semata yang merupakan hasil produk dari Barat. Mereka terkadang hanya berangkat dari pendekatan filologis, sehingga kemudian lemah dalam hal analisis. Dengan demikian, para pengkaji Islam harus keluar dari sikap spesialisasi keilmuan yang sempit, lantaran sikap seperti itu dapat menyebabkan terpisahnya seorang ilmuan dari ilmuan lainnya.
Sehingga tidak mampu menghadirkan sebuah pemahaman yang benar dan menyeluruh dari peristiwa yang terjadi di masyarakatnya, sebab hal itu dapat menyebabkan penyudutan objek kajian dan memberikannya suatu gambaran yang sepotong alias tidak menyeluruh. Sebagai contoh, kekurangan beberapa kajian yang dilakukan oleh Barat, terutama terkait fundamentalisme Islam, yang dianggap sebagai kelompok ekstrimis.
Hal itu lantaran lemahnya dalam melakukan analisis. Kajian yang mereka lakukan cukup membosankan dan berputar-putar sekitar Islam sebagai oknum yang bertanggung jawab terhadap semua peristiwa yang terjadi di masyarakat berbasis muslim. Dalam artian, Barat seringkali berkeyakinan bahwa Islam bertanggung jawab atas semua peristiwa yang terjadi di masyarakat Islam atau Arab.
Mereka kemudian membebani Islam sebagai lembaga yang harus bertanggung jawab dari semua peristiwa, padahal di sana terdapat beberapa faktor lain seperti sosiologis, politis, dan ekonomi. Di pihak lain, umat Islam sebagai orang dalam, merespon hasil-hasil kajian dari para orientalis itu seringkali bertindak a priori dan cenderung untuk menolaknya begitu saja tanpa mau mengkaji terlebih dahulu secara ilmiah.
Baca Juga: Pengertian dan Sejarah Perkembangan Studi Islam
Bahkan, ketika ada seorang pemikir muslim yang menyadur dari pemikiran mereka, dengan segera dituduh sebagai bagian dari misi orientalis dan bahkan cenderung untuk dikafirkan. Merlin Swert menggambarkan bahwa usaha untuk menyatukan pemikir Barat dan Timur seperti membuang air di samudera, sebab sejak awal mereka sudah terisolir secara individual. Hal itu lantaran bahasa metode yang digunakan oleh Barat tidak sama dengan terminologi yang terdapat dalam kajian keislaman di Timur.
Muhammad Sa’id al-Asymawi, mengungkapkan bahwa mayoritas umat Islam ketika mengkaji sebuah pemikiran, berpedoman pada keyakinan dan bukan pada tataran metode penelitian ilmiah, bersandar pada intuisi, serta bukan pada rasio. Sehingga sikap seperti itulah yang kemudian memunculkan aksi-aksi teror dan persoalan pengkafiran orang lain.
Padahal, perkembangan dan pengaruh dunia global terhadap penduduk muslim dunia menyebabkan Islam mendapat perhatian besar dalam studi agama. Pemahaman mengenai Islam sebagai agama dan pemahaman mengenai agama dari sudut pandang Islam merupakan persoalan yang perlu dielaborasikan dalam diskusi dan pembahasan para pelajar di bidang studi agama.
Berbagai peristiwa di Timur Tengah dan dunia Islam secara umum telah mendorong sejumlah sarjana, jurnalis, dan kaum terpelajar termasuk dari Barat untuk berbondong-bondong menulis karya-karya baru mengenai Islam. Dorongan utama orang Barat untuk mengkaji Islam pada awalnya, menurut Bernard Lewis adalah bersumber dari dua motif, yakni untuk belajar lebih banyak mengenai warisan klasik yang terpelihara dalam terjemahan dan komentar berbahasa Arab.
Selain itu juga untuk menyokong polemik orang Kristen terpelajar yang melawan Islam. Seiring dengan berjalannya waktu, di saat umat Kristen berada di bawah pengaruh umat Islam di bidang ilmu pengetahuan dan politik, hingga pada akhir abad pertengahan, dua motif itu pun menjadi pudar, bahkan pada masa Renaissans muncul alasan-alasan baru dalam mengkaji Islam.
Studi Islam kemudian menjadi semakin menarik, lantaran bentuk-bentuk bias yang dimunculkan oleh kalangan non-muslim mengenai Islam tidak lagi muncul, bahkan banyak kemudian teori-teori baru, pendekatan-pendekatan baru yang disumbangkan oleh para pengkaji Islam kepada umat Islam.
Baca Juga: Perspektif yang Digunakan untuk Memahami Teologi Islam
Fenomena ini sangat positif, setidaknya untuk mengimbangi alur pemikiran keagamaan yang seringkali menonjolkan warna pemikiran keagamaan yang seringkali menonjolkan warna pemikiran keagamaan yang bersifat teologis-partikularistik. Dengan demikian, apabila studi Islam dilakukan dengan memahami metodologi yang tepat, pendekatan-pendekatan yang relevan, akan membantu kita dalam memahami bahasa-bahasa Islam.
Sebab dengan menjadi muslim dan berempati kepada Islam sekalipun, bukan merupakan sebuah jaminan bahwa interpretasi mengenai Islam dapat valid.
Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Isu Kontemporer tentang Teologi Islam. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
0 Response to "Persoalan dalam Memahami Studi Islam"
Posting Komentar