Tokoh, Ajaran dan Dalil Qadariyah
fikriamiruddin.com - Tokoh dan ajaran Qadariyah di antaranya adalah Ma’bad al-Juhani yang mengungkapkan bahwa perbuatan manusia diciptakan atas kehendaknya sendiri. Karena itu, ia bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Tuhan sama sekali tidak ikut berperan serta dalam perbuatan manusia, bahkan Tuhan tidak tahu sebelumnya apa yang akan dilakukan oleh manusia, kecuali setelah perbuatan itu dilakukan, barulah Tuhan mengetahuinya.
Kemudian ajaran Ghailan al-Dimasqi mengungkapkan bahwa manusia menentukan perbuatannya dengan kemauannya dan mampu berbuat baik serta buruk tanpa campur tangan Tuhan. Iman adalah mengetahui dan mengakui Allah dan Rasul-Nya, sedangkan amal perbuatan tidak mempengaruhi iman. Selanjutnya al-Qur’an itu makhluk, sedangkan Allah tidak memiliki sifat.
Selanjutnya iman adalah hak semua orang bukan dominasi Quraisy, asal cakap berpegang teguh pada al-Qur’an dan al-Sunnah. Paham takdir, menurut Qadariyah takdir merupakan ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yakni hukum yang dalam al-Qur’an adalah Sunnatullah. Secara alamiah manusia mempunyai takdir yang tidak dapat dirubah.
Manusia dalam bentuk fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti hukum alam. Misalnya, manusia tidak ditakdirkan oleh Tuhan mempunyai sirip seperti ikan yang dapat berenang secara lepas di lautan, atau manusia tidak mempunyai kekuatan seperti gajah yang dapat membawa barang beratus kilogram. Namun, manusia ditakdirkan mempunyai daya pikir yang kreatif.
Keyakinan tauhid tanpa penalaran bukan termasuk iman. Dalam artian, bahwa pengetahuan awal yakni mengenal Allah, bersifat obligatiris, maksudnya alamiah. Karena itu, ia bukan termasuk keimanan bahwa keimanan didapat melalui penalaran dan pembuktian, sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Asy’ari. Salah seorang pemuka Qadariyah yang lain, al-Nadhdham, mengemukakan bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan Tuhan.
Menurut Ahmad Amin dalam kitabnya Fajr al-Islam mengungkapkan pokok-pokok ajaran Qadariyah itu di antaranya orang yang berdosa besar itu bukan kafir dan bukan mukmin, namun fasiq dan masuk neraka. Kemudian Allah SWT tidak menciptakan amal perbuatan manusia. Manusia sendirilah dan jika amalnya jelek akan masuk neraka. Karena itu, maka Allah berhak disebut adil.
Baca Juga: Pengertian Qadariyah yang Perlu Diketahui
Yang menciptakan amal perbuatannya. Jika amalnya baik maka akan masuk surga, bahwa Allah itu Esa atau satu dalam artian bahwa Allah tidak memiliki sifat-sifat azaly, seperti ilmu, kudrat, hayat, mendengar dan melihat yang bukan dengan zat-Nya sendiri. Menurut mereka, Allah itu mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar, dan melihat dengan zat-Nya sendiri. Tak ada sifat-sifat yang menambah atas zat Allah.
Mungkin sekali yang menyebabkan mereka berpendapat demikian itu adalah karena pada zaman mereka banyak orang yang menganggap bahwa zat Allah SWT itu jasmani dan memiliki sifat-sifat yang sama dengan sifat-sifat makhluk. Kemudian bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak baik, meskipun Allah tidak menurunkan agama. Sebab segala sesuatu ada memiliki sifat yang menyebabkannya baik atau buruk.
Misalnya, benar itu memiliki sifat-sifat sendiri yang menyebabkannya baik, dan sebaliknya adalah bohong itu juga memiliki sifat sendiri yang menyebabkannya buruk. Selanjutnya terdapat pula ayat-ayat yang biasanya digunakan mendukung paham Qadariyah di antaranya:
1. QS. al-Kahf ayat 29
Artinya: “Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”.
2. QS. Fussilat ayat 41
Artinya: “Berbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.
3. QS. Ali Imran ayat 165
Artinya: “Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: “Dari mana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kekalahan) dirimu sendiri”.
4. QS. al-Ra’d ayat 11
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan, yang ada pada diri mereka sendiri.”
Tuhan tidak akan merubah keadaan mereka, selama mereka tidak merubah sebab-sebab kemunduran mereka. Dalam artian, bahwa manusia berkuasa untuk melakukan perbuatan-perbuatan atas kehendak dan kekuasaannya sendiri serta manusia pula yang melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan jahat atas kemampuan dan dayanya sendiri. Manusia tidak dikendalikan seperti wayang yang digerakkan oleh dalang, namun dapat memilih.
5. QS. al-Nisa ayat 111
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Baca Juga: Pemikiran Ja’d bin Dirham dan Dalil Jabariyah
Sesungguhnya aliran tersebut tidak berjalan begitu saja tanpa adanya tantangan-tantangan. Banyak kritik ditujukan kepadanya, namun para pengikutnya rupanya tidak begitu surut, sebab paham Qadariyah dianggap lebih rasional yang lambat laun diteruskan oleh Mu’tazilah yang berupaya menjunjung tinggi martabat manusia sebagai khalifah fi al-ardl, yang akan mempertanggungjawabkan segala perbuatannya, dan berupaya mensucikan Allah dari sifat-sifat yang tidak layak.
Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Memahami Pemikiran dan Ajaran Jahm bin Safwan. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
Kemudian ajaran Ghailan al-Dimasqi mengungkapkan bahwa manusia menentukan perbuatannya dengan kemauannya dan mampu berbuat baik serta buruk tanpa campur tangan Tuhan. Iman adalah mengetahui dan mengakui Allah dan Rasul-Nya, sedangkan amal perbuatan tidak mempengaruhi iman. Selanjutnya al-Qur’an itu makhluk, sedangkan Allah tidak memiliki sifat.
Selanjutnya iman adalah hak semua orang bukan dominasi Quraisy, asal cakap berpegang teguh pada al-Qur’an dan al-Sunnah. Paham takdir, menurut Qadariyah takdir merupakan ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yakni hukum yang dalam al-Qur’an adalah Sunnatullah. Secara alamiah manusia mempunyai takdir yang tidak dapat dirubah.
Manusia dalam bentuk fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti hukum alam. Misalnya, manusia tidak ditakdirkan oleh Tuhan mempunyai sirip seperti ikan yang dapat berenang secara lepas di lautan, atau manusia tidak mempunyai kekuatan seperti gajah yang dapat membawa barang beratus kilogram. Namun, manusia ditakdirkan mempunyai daya pikir yang kreatif.
Keyakinan tauhid tanpa penalaran bukan termasuk iman. Dalam artian, bahwa pengetahuan awal yakni mengenal Allah, bersifat obligatiris, maksudnya alamiah. Karena itu, ia bukan termasuk keimanan bahwa keimanan didapat melalui penalaran dan pembuktian, sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Asy’ari. Salah seorang pemuka Qadariyah yang lain, al-Nadhdham, mengemukakan bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan Tuhan.
Menurut Ahmad Amin dalam kitabnya Fajr al-Islam mengungkapkan pokok-pokok ajaran Qadariyah itu di antaranya orang yang berdosa besar itu bukan kafir dan bukan mukmin, namun fasiq dan masuk neraka. Kemudian Allah SWT tidak menciptakan amal perbuatan manusia. Manusia sendirilah dan jika amalnya jelek akan masuk neraka. Karena itu, maka Allah berhak disebut adil.
Baca Juga: Pengertian Qadariyah yang Perlu Diketahui
Yang menciptakan amal perbuatannya. Jika amalnya baik maka akan masuk surga, bahwa Allah itu Esa atau satu dalam artian bahwa Allah tidak memiliki sifat-sifat azaly, seperti ilmu, kudrat, hayat, mendengar dan melihat yang bukan dengan zat-Nya sendiri. Menurut mereka, Allah itu mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar, dan melihat dengan zat-Nya sendiri. Tak ada sifat-sifat yang menambah atas zat Allah.
Mungkin sekali yang menyebabkan mereka berpendapat demikian itu adalah karena pada zaman mereka banyak orang yang menganggap bahwa zat Allah SWT itu jasmani dan memiliki sifat-sifat yang sama dengan sifat-sifat makhluk. Kemudian bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak baik, meskipun Allah tidak menurunkan agama. Sebab segala sesuatu ada memiliki sifat yang menyebabkannya baik atau buruk.
Misalnya, benar itu memiliki sifat-sifat sendiri yang menyebabkannya baik, dan sebaliknya adalah bohong itu juga memiliki sifat sendiri yang menyebabkannya buruk. Selanjutnya terdapat pula ayat-ayat yang biasanya digunakan mendukung paham Qadariyah di antaranya:
1. QS. al-Kahf ayat 29
Artinya: “Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”.
2. QS. Fussilat ayat 41
Artinya: “Berbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.
3. QS. Ali Imran ayat 165
Artinya: “Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: “Dari mana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kekalahan) dirimu sendiri”.
4. QS. al-Ra’d ayat 11
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan, yang ada pada diri mereka sendiri.”
Tuhan tidak akan merubah keadaan mereka, selama mereka tidak merubah sebab-sebab kemunduran mereka. Dalam artian, bahwa manusia berkuasa untuk melakukan perbuatan-perbuatan atas kehendak dan kekuasaannya sendiri serta manusia pula yang melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan jahat atas kemampuan dan dayanya sendiri. Manusia tidak dikendalikan seperti wayang yang digerakkan oleh dalang, namun dapat memilih.
5. QS. al-Nisa ayat 111
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Baca Juga: Pemikiran Ja’d bin Dirham dan Dalil Jabariyah
Sesungguhnya aliran tersebut tidak berjalan begitu saja tanpa adanya tantangan-tantangan. Banyak kritik ditujukan kepadanya, namun para pengikutnya rupanya tidak begitu surut, sebab paham Qadariyah dianggap lebih rasional yang lambat laun diteruskan oleh Mu’tazilah yang berupaya menjunjung tinggi martabat manusia sebagai khalifah fi al-ardl, yang akan mempertanggungjawabkan segala perbuatannya, dan berupaya mensucikan Allah dari sifat-sifat yang tidak layak.
Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Memahami Pemikiran dan Ajaran Jahm bin Safwan. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
0 Response to "Tokoh, Ajaran dan Dalil Qadariyah"
Posting Komentar