Pemikiran Ja’d bin Dirham dan Dalil Jabariyah
fikriamiruddin.com - Ja’d bin Dirham adalah seorang Maulana Bani Hakim, tinggal di Damaskus. Ia dibesarkan di dalam lingkungan orang Kristen yang senang membicarakan teologi. Pada awalnya ia dipercaya untuk mengajar di lingkungan pemerintahan Bani Umayyah, namun setelah tampak pikirannya yang kontroversial, Bani Umayyah menolaknya. Kemudian Ja’d lari ke Kufah dan di sana ia bertemu dengan Jahm, serta mentransfer pikirannya kepada Jahm untuk dikembangkan dan disebarluaskan.
Doktrin pokok Ja’d secara umum adalah sama dengan Jahm, yakni Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk dan manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya. Berbeda dengan Jabariyah ekstrem, Jabariyah moderat mengungkapkan bahwa Tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, namun manusia mempunyai bagian di dalamnya.
Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Dan inilah yang disebut dengan kasab. Menurut kasab, manusia tidak majbur (dipaksa oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, namun manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan oleh Tuhan. Sedangkan yang termasuk tokoh paham Jabariyah moderat adalah sebagai berikut.
Pertama, Al-Najar, nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad al-Najar (wafat 230 H). Para pengikutnya disebut dengan an-Najariyah atau al-Husainiyah. Di antara pendapat-pendapatnya ialah Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, namun manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. itulah yang disebut kasab dalam teori al-Asy’ari.
Dengan demikian, manusia dalam pandangan an-Najar tidak lagi seperti wayang yang gerakannya bergantung pada dalang, sebab tenaga yang diciptakan oleh Tuhan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Selain itu, Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Namun, Al-Najar mengungkapkan bahwa Tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia bisa melihat Tuhan.
Baca Juga: Memahami Pemikiran dan Ajaran Jahm bin Safwan
Kedua, Al-Dhirar, nama lengkapnya adalah Dhirar bin Amr. Pendapatnya di antaranya adalah mengenai perbuatan manusia sama dengan Husain bin Muhammad al-Najar, yakni manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakkan oleh dalang. Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan dari perbuatannya dan tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya. Kemudian mengenai melihat Tuhan di akhirat, Dhirar mengungkapkan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera keenam.
Selanjutnya ia juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah Nabi adalah ijtihad. Hadits ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum. Sedangkan dalil-dalil yang biasanya digunakan oleh teologi Jabariyah di antaranya adalah sebagai berikut:
1. QS. Al-An’am ayat 111
Artinya: “Niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki.”
2. QS. As-Shafat ayat 96
Artinya: “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.”
3. QS. al-Hadid ayat 22
Artinya: “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”
4. QS. al-Anfal ayat 17
Artinya: “Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, namun Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Baca Juga: Pengertian Aliran Jabariyah yang Perlu Diketahui
5. QS. al-Insan ayat 30
“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Mengenal Ajaran Pokok Teologi Mu’tazilah. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
Doktrin pokok Ja’d secara umum adalah sama dengan Jahm, yakni Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk dan manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya. Berbeda dengan Jabariyah ekstrem, Jabariyah moderat mengungkapkan bahwa Tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, namun manusia mempunyai bagian di dalamnya.
Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Dan inilah yang disebut dengan kasab. Menurut kasab, manusia tidak majbur (dipaksa oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, namun manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan oleh Tuhan. Sedangkan yang termasuk tokoh paham Jabariyah moderat adalah sebagai berikut.
Pertama, Al-Najar, nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad al-Najar (wafat 230 H). Para pengikutnya disebut dengan an-Najariyah atau al-Husainiyah. Di antara pendapat-pendapatnya ialah Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, namun manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. itulah yang disebut kasab dalam teori al-Asy’ari.
Dengan demikian, manusia dalam pandangan an-Najar tidak lagi seperti wayang yang gerakannya bergantung pada dalang, sebab tenaga yang diciptakan oleh Tuhan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Selain itu, Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Namun, Al-Najar mengungkapkan bahwa Tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia bisa melihat Tuhan.
Baca Juga: Memahami Pemikiran dan Ajaran Jahm bin Safwan
Kedua, Al-Dhirar, nama lengkapnya adalah Dhirar bin Amr. Pendapatnya di antaranya adalah mengenai perbuatan manusia sama dengan Husain bin Muhammad al-Najar, yakni manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakkan oleh dalang. Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan dari perbuatannya dan tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya. Kemudian mengenai melihat Tuhan di akhirat, Dhirar mengungkapkan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera keenam.
Selanjutnya ia juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah Nabi adalah ijtihad. Hadits ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum. Sedangkan dalil-dalil yang biasanya digunakan oleh teologi Jabariyah di antaranya adalah sebagai berikut:
1. QS. Al-An’am ayat 111
Artinya: “Niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki.”
2. QS. As-Shafat ayat 96
Artinya: “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.”
3. QS. al-Hadid ayat 22
Artinya: “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”
4. QS. al-Anfal ayat 17
Artinya: “Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, namun Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Baca Juga: Pengertian Aliran Jabariyah yang Perlu Diketahui
5. QS. al-Insan ayat 30
“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Mengenal Ajaran Pokok Teologi Mu’tazilah. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
0 Response to "Pemikiran Ja’d bin Dirham dan Dalil Jabariyah"
Posting Komentar