3 Sumber Ilmu Kalam dalam Agama Islam
fikriamiruddin.com - Sumber Ilmu Kalam dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni dalil naqli (al-Qur’an dan Hadis) dan dalil aqli (akal pemikiran manusia). Al-Qur’an dan Hadis merupakan sumber utama yang menerangkan mengenai wujud Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, dan permasalahan aqidah Islamiyah lainnya. Para mutakallimun tidak pernah lepas dari nash-nash al-Qur’an dan Hadis ketika bicara terkait ketuhanan.
Masing-masing kelompok dalam Ilmu Kalam mencoba memahami dan menafsirkan al-Qur’an dan Hadis lalu kemudian menjadikannya sebagai penguat argumentasi mereka. Selain itu, dalil-dalil naqli ini tentu saja diperkuat dengan dalil aqli atau alur pikir yang logis. Dalil aqli ini ada yang berasal dari ilmu keislaman murni dan ada yang diadopsi dari pemikiran-pemikiran di luar Islam. Jadi, kurang tepat kalau dikatakan bahwa Ilmu Kalam itu merupakan ilmu keislaman murni, dan tidak benar juga kalau dikatakan bahwa Ilmu Kalam itu timbul dari pemikiran di luar Islam seperti filsafat Yunani.
Dalam hal ini, yang benar dan cukup mewakili adalah kalau dikatakan bahwa Ilmu Kalam itu bersumber dari al-Qur’an dan Hadis yang perumusan-perumusannya didorong oleh unsur-unsur dari dalam dan dari luar (Nasir, 1991). Berikut ini adalah sumber-sumber Ilmu Kalam.
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an banyak menyinggung terkait hal-hal yang berkaitan dengan persoalan-persoalan ketuhanan, di antaranya adalah sebagai berikut. Pertama, Allah Maha Esa dalam Surat al-Ikhlas ayat 1-4. Kedua, tiada sesuatu apa pun yang menyerupai Allah SWT dalam Surat al-Shura ayat 7. Ketiga, tiada satu pun yang berhak disembah selain Allah SWT, al-Qur’an menceritakannya dalam kisah pencarian Nabi Ibrahim AS dalam Surat al-An’am ayat 76-78. Keempat, al-Qur’an menolak penyembahan berhala dalam Surat al-An’am ayat 74.
Kelima, al-Qur’an menolak penuhanan Nabi Isa AS dalam Surat al-Maidah ayat 116. Keenam, Allah Yang Maha Penyayang bertahta di atas “Arsy”, Ia Pencipta langit dan bumi serta semua yang ada di antara keduanya dalam Surat al-Furqan ayat 59. Ketujuh, Allah SWT memiliki “tangan” dalam Surat al-Fath ayat 10. Kedelapan, Allah SWT memiliki “wajah” dalam Surat al-Rahman ayat 27. Kesembilan, Allah SWT memiliki “mata” dalam Surat Taha ayat 39.
Ayat-ayat tersebut di atas berkaitan dengan persoalan ketuhanan. Adapun penjelasannya secara detail tidak disebutkan. Konsekuensinya adalah beragamnya pendapat para ulama dalam memahami dan menginterpretasikannya. Para ulama kemudian menyusun pembahasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan ketuhanan dalam sebuah ilmu yang dikenal dengan Ilmu Kalam.
Baca Juga: Pengertian Ilmu Kalam dalam Agama Islam
2. Hadis
Persoalan Ilmu Kalam banyak juga disinggung dalam hadis, di antaranya yakni hadis yang menjelaskan mengenai iman, Islam dan ihsan sebagaimana hadis berikut. “Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra berkata, pada suatu hari ketika Rasulullah Saw berada bersama kaum muslimin, datanglah Jibril (dalam bentuk seorang laki-laki) kemudian bertanya kepada beliau, “Apakah yang dimaksud dengan iman?”
Rasulullah menjawab, “Yaitu kamu percaya Kepada Allah, para malaikat, semua kitab yang diturunkan, hari pertemuan dengan-Nya, para rasul, dan hari kebangkitan.” Lelaki itu bertanya lagi, “Apakah pula yang dimaksudkan dengan Islam?” Rasulullah menjawab, “Islam adalah mengabdikan diri kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan perkara lain, mendirikan shalat yang telah difardlukan, mengeluarkan zakat yang diwajibkan, dan berpuasa pada bulan Ramadhan.”
Kemudian lelaki itu bertanya lagi, “Apakah ihsan itu?” Rasulullah Saw menjawab, “Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Sekiranya engkau tidak melihat-Nya, ketahuilah bahwa Dia senantiasa melihatmu.” Lelaki tersebut bertanya lagi, “Kapankah hari kiamat akan terjadi?” Rasulullah menjawab, “Aku tidak lebih tau darimu, tetapi akan ceritakan kepadamu mengenai tanda-tandanya.
Apabila seorang hamba melahirkan majikannya, itu adalah sebagian dari tandanya. Apabila seorang miskin menjadi pemimpin masyarakat, itu juga sebagian dari tandanya. Apabila masyarakat yang asalnya pengembala kambing mampu bersaing dalam mendirikan bangunan-bangunan mereka, itu juga tanda akan terjadi kiamat. Hanya lima perkara itu sebagian dari tanda-tanda yang aku ketahui. Selain dari itu, hanya Allah Yang Maha Mengetahuinya.”
Kemudian Rasulullah Saw membaca Surah Luqman ayat 34, “Sesungguhnya hanya Allah lah yang mengetahui tentang hari kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di manakah ia akan menemui ajalnya.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” Kemudian lelaki tersebut beranjak dari tempatnya, kemudian Rasulullah bersabda (kepada sahabatnya), “Panggil kembali lelaki itu.” (Lalu para sahabat pun mengejar lelaki tersebut untuk memanggilnya kembali), namun mereka tidak melihatnya. Rasulullah Saw pun bersabda, “Lelaki tadi adalah Jibril as., kedatangannya adalah untuk mengajar manusia tentang agama mereka.”
Baca Juga: Pemikiran Hukum Islam dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI)
3. Pemikiran Manusia
Sebagai salah satu sumber Ilmu Kalam, pemikiran manusia berasal dari pemikiran umat Islam sendiri dan pemikiran yang berasal dari luar umat Islam. Di dalam al-Qur’an, banyak sekali terdapat ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya. Dalam hal ini, biasanya al-Qur’an menggunakan redaksi tafakkar, tadabbar, tadhakkar, tafaqqah, nazar, fahima, ‘aqala, ulu al-albab, ulu al-ilm, ulu al-absar, dan ulu al-nuha.
Karena itu, jika umat Islam sangat termotivasi untuk memaksimalkan penggunaan rasionya, hal itu bukan lantaran ada pengaruh dari pihak luar saja, melainkan karena adanya perintah langsung dari ajaran agama mereka. Hal inilah yang akhirnya menyebabkan rasio dan logika dalam pembahasan Ilmu Kalam.
Ahmad Amin mengungkapkan bahwa setelah umat Islam selesai menaklukan negeri-negeri baru dan keadaan mulai stabil dan mereka hidup dengan rezeki yang melimpah, mulailah mereka memikirkan mengenai ajaran-ajaran agama mereka. Mereka sungguh-sungguh membahasnya dan mempertemukan nash-nash agama yang kelihatannya bertentangan. Keadaan seperti ini hampir merupakan gejala umum pada setiap agama.
Pada awalnya agama itu hanyalah kepercayaan yang sederhana dan kuat, tidak perlu diperselisihkan dan tidak memerlukan penyelidikan. Pemeluk-pemeluknya melaksanakan apa yang diajarkan agama dan mengimaninya. Kemudian datanglah fase pembahasan dan pemikiran dalam membicarakan soal-soal agama secara ilmiah dan filosofis. Penelaahan mendalam seperti ini tentu lantaran adanya ajaran-ajaran Islam yang memerintahkan manusia untuk belajar dan menggunakan pikirannya.
Adapun sumber Ilmu Kalam berupa pemikiran dari luar Islam, Ahmad Amin menjelaskan setidaknya ada tiga faktor penting. Pertama, kebanyakan orang-orang yang memeluk Islam setelah kemenangannya, pada awalnya mereka memeluk berbagai agama, yakni Yahudi, Nasrani, Manu, Zoroaster, Brahmana, Sabiah, Atheisme, dan lain-lain. Mereka dilahirkan dan dibesarkan dalam ajaran-ajaran agama ini.
Bahkan di antara mereka ada yang benar-benar memahami ajaran agama aslinya. Setelah fikiran mereka tenang dan mereka benar-benar teguh memeluk agama Islam, mulailah mereka memikirkan ajaran-ajaran agama mereka sebelumnya dan mengangkat persoalan-persoalannya lalu memberinya corak baju keislaman.
Secara historis, disebutkan bahwa Ahmad bin Haith dahulunya memeluk agama Hindu lalu mempersoalkan masalah reinkarnasi (tanasukh al-arwah), yakni manusia mati lalu hidup kembali menjadi makhluk yang lain. Ada juga Abdullah bin Saba’ dari Persia yang dahulunya memeluk agama Yahudi, menganggap bahwa raja Persia itu mempunyai sifat-sifat ketuhanan. Kemudian timbul faham menuhankan khalifah Ali ra.
Kedua, golongan Mu’tazilah memusatkan perhatiannya untuk dakwah Islam dengan membantah argumentasi-argumentasi orang-orang yang memusuhi Islam. Karena itu, mereka tidak akan bisa menolak lawan-lawannya kecuali sesudah mereka mempelajari pendapat-pendapat serta alasan-alasan lawan-lawan mereka. Maka terjadilah perdebatan-perdebatan yang rasional antar agama saat itu.
Tidak menutup kemungkinan masing-masing golongan mengambil pendapat yang dianggapnya benar walau dari pendapat orang yang berbeda dengannya. Sebagian agama terutama Yahudi dan Nasrani telah menggunakan senjata filsafat Yunani. Philon (25 SM- 5 M) orang Yahudi yang pertama memfilsafatkan ajaran-ajaran Yahudi dan mempertemukannya dengan filsafat Yunani. Clemus von Alexandrian (185-254 M) di antara orang yang pertama-tama mempertemukan agama Kristen Nestorius.
Hal ini akhirnya memaksa golongan Mu’tazilah untuk menggunakan senjata yang dipakai lawan-lawannya, yakni filsafat. Dengan masuknya filsafat Yunani ke dalam golongan Mu’tazilah dan golongan-golongan yang lain, semakin banyak perbedaan pendapat dalam umat Islam. Hal ini merupakan salah satu faktor munculnya Ilmu Kalam.
Ketiga, sebagaimana pada faktor kedua di mana para mutakallimun sangat membutuhkan filsafat Yunani untuk mengalahkan lawan-lawannya, maka mereka terpaksa mempelajari dan mengambil manfaat dari ilmu logika, terutama dari sisi ketuhanannya. Misalnya al-Naddam, seorang tokoh Mu’tazilah, ia mempelajari filsafat Aristoteles dan menolak beberapa pendapatnya, demikian juga Abu al-Hudhayl al-‘Allaf.
Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Pemikiran Hukum Islam dalam Organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
Masing-masing kelompok dalam Ilmu Kalam mencoba memahami dan menafsirkan al-Qur’an dan Hadis lalu kemudian menjadikannya sebagai penguat argumentasi mereka. Selain itu, dalil-dalil naqli ini tentu saja diperkuat dengan dalil aqli atau alur pikir yang logis. Dalil aqli ini ada yang berasal dari ilmu keislaman murni dan ada yang diadopsi dari pemikiran-pemikiran di luar Islam. Jadi, kurang tepat kalau dikatakan bahwa Ilmu Kalam itu merupakan ilmu keislaman murni, dan tidak benar juga kalau dikatakan bahwa Ilmu Kalam itu timbul dari pemikiran di luar Islam seperti filsafat Yunani.
Dalam hal ini, yang benar dan cukup mewakili adalah kalau dikatakan bahwa Ilmu Kalam itu bersumber dari al-Qur’an dan Hadis yang perumusan-perumusannya didorong oleh unsur-unsur dari dalam dan dari luar (Nasir, 1991). Berikut ini adalah sumber-sumber Ilmu Kalam.
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an banyak menyinggung terkait hal-hal yang berkaitan dengan persoalan-persoalan ketuhanan, di antaranya adalah sebagai berikut. Pertama, Allah Maha Esa dalam Surat al-Ikhlas ayat 1-4. Kedua, tiada sesuatu apa pun yang menyerupai Allah SWT dalam Surat al-Shura ayat 7. Ketiga, tiada satu pun yang berhak disembah selain Allah SWT, al-Qur’an menceritakannya dalam kisah pencarian Nabi Ibrahim AS dalam Surat al-An’am ayat 76-78. Keempat, al-Qur’an menolak penyembahan berhala dalam Surat al-An’am ayat 74.
Kelima, al-Qur’an menolak penuhanan Nabi Isa AS dalam Surat al-Maidah ayat 116. Keenam, Allah Yang Maha Penyayang bertahta di atas “Arsy”, Ia Pencipta langit dan bumi serta semua yang ada di antara keduanya dalam Surat al-Furqan ayat 59. Ketujuh, Allah SWT memiliki “tangan” dalam Surat al-Fath ayat 10. Kedelapan, Allah SWT memiliki “wajah” dalam Surat al-Rahman ayat 27. Kesembilan, Allah SWT memiliki “mata” dalam Surat Taha ayat 39.
Ayat-ayat tersebut di atas berkaitan dengan persoalan ketuhanan. Adapun penjelasannya secara detail tidak disebutkan. Konsekuensinya adalah beragamnya pendapat para ulama dalam memahami dan menginterpretasikannya. Para ulama kemudian menyusun pembahasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan ketuhanan dalam sebuah ilmu yang dikenal dengan Ilmu Kalam.
Baca Juga: Pengertian Ilmu Kalam dalam Agama Islam
2. Hadis
Persoalan Ilmu Kalam banyak juga disinggung dalam hadis, di antaranya yakni hadis yang menjelaskan mengenai iman, Islam dan ihsan sebagaimana hadis berikut. “Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra berkata, pada suatu hari ketika Rasulullah Saw berada bersama kaum muslimin, datanglah Jibril (dalam bentuk seorang laki-laki) kemudian bertanya kepada beliau, “Apakah yang dimaksud dengan iman?”
Rasulullah menjawab, “Yaitu kamu percaya Kepada Allah, para malaikat, semua kitab yang diturunkan, hari pertemuan dengan-Nya, para rasul, dan hari kebangkitan.” Lelaki itu bertanya lagi, “Apakah pula yang dimaksudkan dengan Islam?” Rasulullah menjawab, “Islam adalah mengabdikan diri kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan perkara lain, mendirikan shalat yang telah difardlukan, mengeluarkan zakat yang diwajibkan, dan berpuasa pada bulan Ramadhan.”
Kemudian lelaki itu bertanya lagi, “Apakah ihsan itu?” Rasulullah Saw menjawab, “Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Sekiranya engkau tidak melihat-Nya, ketahuilah bahwa Dia senantiasa melihatmu.” Lelaki tersebut bertanya lagi, “Kapankah hari kiamat akan terjadi?” Rasulullah menjawab, “Aku tidak lebih tau darimu, tetapi akan ceritakan kepadamu mengenai tanda-tandanya.
Apabila seorang hamba melahirkan majikannya, itu adalah sebagian dari tandanya. Apabila seorang miskin menjadi pemimpin masyarakat, itu juga sebagian dari tandanya. Apabila masyarakat yang asalnya pengembala kambing mampu bersaing dalam mendirikan bangunan-bangunan mereka, itu juga tanda akan terjadi kiamat. Hanya lima perkara itu sebagian dari tanda-tanda yang aku ketahui. Selain dari itu, hanya Allah Yang Maha Mengetahuinya.”
Kemudian Rasulullah Saw membaca Surah Luqman ayat 34, “Sesungguhnya hanya Allah lah yang mengetahui tentang hari kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di manakah ia akan menemui ajalnya.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” Kemudian lelaki tersebut beranjak dari tempatnya, kemudian Rasulullah bersabda (kepada sahabatnya), “Panggil kembali lelaki itu.” (Lalu para sahabat pun mengejar lelaki tersebut untuk memanggilnya kembali), namun mereka tidak melihatnya. Rasulullah Saw pun bersabda, “Lelaki tadi adalah Jibril as., kedatangannya adalah untuk mengajar manusia tentang agama mereka.”
Baca Juga: Pemikiran Hukum Islam dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI)
3. Pemikiran Manusia
Sebagai salah satu sumber Ilmu Kalam, pemikiran manusia berasal dari pemikiran umat Islam sendiri dan pemikiran yang berasal dari luar umat Islam. Di dalam al-Qur’an, banyak sekali terdapat ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya. Dalam hal ini, biasanya al-Qur’an menggunakan redaksi tafakkar, tadabbar, tadhakkar, tafaqqah, nazar, fahima, ‘aqala, ulu al-albab, ulu al-ilm, ulu al-absar, dan ulu al-nuha.
Karena itu, jika umat Islam sangat termotivasi untuk memaksimalkan penggunaan rasionya, hal itu bukan lantaran ada pengaruh dari pihak luar saja, melainkan karena adanya perintah langsung dari ajaran agama mereka. Hal inilah yang akhirnya menyebabkan rasio dan logika dalam pembahasan Ilmu Kalam.
Ahmad Amin mengungkapkan bahwa setelah umat Islam selesai menaklukan negeri-negeri baru dan keadaan mulai stabil dan mereka hidup dengan rezeki yang melimpah, mulailah mereka memikirkan mengenai ajaran-ajaran agama mereka. Mereka sungguh-sungguh membahasnya dan mempertemukan nash-nash agama yang kelihatannya bertentangan. Keadaan seperti ini hampir merupakan gejala umum pada setiap agama.
Pada awalnya agama itu hanyalah kepercayaan yang sederhana dan kuat, tidak perlu diperselisihkan dan tidak memerlukan penyelidikan. Pemeluk-pemeluknya melaksanakan apa yang diajarkan agama dan mengimaninya. Kemudian datanglah fase pembahasan dan pemikiran dalam membicarakan soal-soal agama secara ilmiah dan filosofis. Penelaahan mendalam seperti ini tentu lantaran adanya ajaran-ajaran Islam yang memerintahkan manusia untuk belajar dan menggunakan pikirannya.
Adapun sumber Ilmu Kalam berupa pemikiran dari luar Islam, Ahmad Amin menjelaskan setidaknya ada tiga faktor penting. Pertama, kebanyakan orang-orang yang memeluk Islam setelah kemenangannya, pada awalnya mereka memeluk berbagai agama, yakni Yahudi, Nasrani, Manu, Zoroaster, Brahmana, Sabiah, Atheisme, dan lain-lain. Mereka dilahirkan dan dibesarkan dalam ajaran-ajaran agama ini.
Bahkan di antara mereka ada yang benar-benar memahami ajaran agama aslinya. Setelah fikiran mereka tenang dan mereka benar-benar teguh memeluk agama Islam, mulailah mereka memikirkan ajaran-ajaran agama mereka sebelumnya dan mengangkat persoalan-persoalannya lalu memberinya corak baju keislaman.
Secara historis, disebutkan bahwa Ahmad bin Haith dahulunya memeluk agama Hindu lalu mempersoalkan masalah reinkarnasi (tanasukh al-arwah), yakni manusia mati lalu hidup kembali menjadi makhluk yang lain. Ada juga Abdullah bin Saba’ dari Persia yang dahulunya memeluk agama Yahudi, menganggap bahwa raja Persia itu mempunyai sifat-sifat ketuhanan. Kemudian timbul faham menuhankan khalifah Ali ra.
Kedua, golongan Mu’tazilah memusatkan perhatiannya untuk dakwah Islam dengan membantah argumentasi-argumentasi orang-orang yang memusuhi Islam. Karena itu, mereka tidak akan bisa menolak lawan-lawannya kecuali sesudah mereka mempelajari pendapat-pendapat serta alasan-alasan lawan-lawan mereka. Maka terjadilah perdebatan-perdebatan yang rasional antar agama saat itu.
Tidak menutup kemungkinan masing-masing golongan mengambil pendapat yang dianggapnya benar walau dari pendapat orang yang berbeda dengannya. Sebagian agama terutama Yahudi dan Nasrani telah menggunakan senjata filsafat Yunani. Philon (25 SM- 5 M) orang Yahudi yang pertama memfilsafatkan ajaran-ajaran Yahudi dan mempertemukannya dengan filsafat Yunani. Clemus von Alexandrian (185-254 M) di antara orang yang pertama-tama mempertemukan agama Kristen Nestorius.
Hal ini akhirnya memaksa golongan Mu’tazilah untuk menggunakan senjata yang dipakai lawan-lawannya, yakni filsafat. Dengan masuknya filsafat Yunani ke dalam golongan Mu’tazilah dan golongan-golongan yang lain, semakin banyak perbedaan pendapat dalam umat Islam. Hal ini merupakan salah satu faktor munculnya Ilmu Kalam.
Ketiga, sebagaimana pada faktor kedua di mana para mutakallimun sangat membutuhkan filsafat Yunani untuk mengalahkan lawan-lawannya, maka mereka terpaksa mempelajari dan mengambil manfaat dari ilmu logika, terutama dari sisi ketuhanannya. Misalnya al-Naddam, seorang tokoh Mu’tazilah, ia mempelajari filsafat Aristoteles dan menolak beberapa pendapatnya, demikian juga Abu al-Hudhayl al-‘Allaf.
Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Pemikiran Hukum Islam dalam Organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
0 Response to "3 Sumber Ilmu Kalam dalam Agama Islam"
Posting Komentar