Ajaran dan Sekte Aliran Murji’ah
fikriamiruddin.com - Ajaran pokok dalam aliran Murji’ah di antaranya adalah mengenai pelaku dosa besar. Pandangan Murji’ah tentang orang yang melakukan dosa besar lahir sebagai sikap ‘antitesis’ gagasan teologi Khawarij yang pada awalnya hanya mengkafirkan mereka yang menerima arbitrase dengan semboyan “la hukma illa li Allah” atau “ la hakama illah Allah”. Kemudian konsep kafir ini mengalami perubahan.
Yang dipandang kafir bukan lagi hanya orang yang tidak menentukan hukum dengan al-Qur’an, namun yang berdosa besar (murtakib al-kabair) juga dipandang kafir. Sebagai kelanjutan pandangan mengenai pelaku dosa besar, kaum Murji’ah menyatakan bahwa amal perbuatan seseorang tidak mengganggu keimanannya. Menurut Abu Hanifah, sebagai salah seorang penganut Murji’ah moderat, menyatakan bahwa iman adalah pengetahuan dan pengetahuan tentang Tuhan, para Rasul dan segala apa yang datang dari Tuhan.
Iman tidak mempunyai sifat bertambah dan berkurang dan tidak ada perbedaan antara manusia dalam hal iman. Dalam artian, amal perbuatan kurang penting dibandingkan dengan iman. Iman semua orang Islam sama saja, tidak ada perbedaan antara iman orang Islam yang berbuat dosa besar dengan iman orang yang taat.
Selain itu, pandangan politik kaum Murji’ah berakar pada suatu sikap yang dilakukan oleh segolongan sahabat Nabi seperti Abu Bakrah, Abdullah bin Umar, Sa’ad bin Abi Waqash, dan Imran bin Husein terhadap peristiwa pertikaian yang menyebabkan terbunuhnya Utsman bin Affan pada tahun 111 H. Mereka mengambil sikap untuk tidak mau melibatkan diri. Menurut Ahmad Amin, sikap tidak mau melibatkan perselisihan dan pertikaian saudara tersebut adalah atas dasar paham irja’, meskipun paham ini sebagai aliran baru terbentuk sesudah lahirnya kaum Syi’ah dan Khawarij.
Prinsip-prinsip politik kaum Murji’ah di antaranya adalah dilarang menentang khalifah yang dzalim, sebab masalah khalifah bukan urusan manusia, namun urusan Tuhan semata. Kemudian baik buruknya suatu pemerintahan atau khalifah bukan urusan manusia, namun terserah kepada Tuhan karena masalah itu adalah urusan Tuhan. Selain itu, tidak mau menjatuhkan hukuman kepada Ali maupun Muawiyah, sebab keduanya adalah sahabat Nabi.
Baca Juga: Sejarah dan Pengertian Aliran Murji’ah
Sekte-sekte Aliran Murji’ah
Al-Syahrastani telah mengemukakan pandangan-pandangan berbagai golongan Murji’ah dalam persoalan iman dan kufr di antaranya sebagai berikut.
1. Al-Yunusiyah
Sekte ini dipelopori oleh Yunus bin ‘Awn al-Namiri, yang berpendapat bahwa iman adalah ma’rifah kepada Allah dengan menaatinya, mencintai dengan sepenuh hati, dan meninggalkan takabbur. Menurutnya, iblis termasuk makhluk ‘arif bi Allah, namun ia dikatakan kafir lantaran ketakabburannya kepada Allah.
2. Al-Ubaidiyyah
Sekte ini dipelopori oleh Ubaid al-Mukta’ib yang berpendapat bahwa selain perbuatan syirik akan diampuni oleh Allah. Seorang yang meninggal dunia dalam keadaan masih memiliki tauhid, tidak akan binasa oleh kejahatan dan dosa besar yang diperbuatnya.
3. Al-Ghassaniyah
Sekte ini dipelopori oleh Ghassan al-Kafi yang berpendapat bahwa iman adalah pengetahuan (ma’rifah kepada Allah dan Rasul, mengakui dengan lisan akan kebenaran yang diturunkan oleh Allah, namun secara global tidak perlu secara rinci. Iman menurutnya bersifat statis, tidak bertambah dan berkurang.
4. Al-Tsaubaniyah
Sekte ini dipelopori oleh Abu Tsauban al-Murji’i yang berpendapat bahwa iman adalah mengenal dan mengakui (ma’rifah dan ikrar) terhadap Allah dan Rasulnya. Melakukan apa-apa yang tidak pantas menurut akal atau meninggalkan apa yang pantas menurut akal, tidak disebut iman. Iman lebih dahulu daripada amal.
Harun Nasution membagi Murji’ah secara global ke dalam dua golongan besar, yakni golongan Murji’ah moderat dan golongan Murji’ah ekstrim. Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, namun akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya dan karena itu ia tidak akan masuk neraka sama sekali.
Yang termasuk golongan moderat ini di antaranya adalah al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli hadis. Sedangkan yang termasuk golongan ekstrim adalah al-Yunusiyah, al-Ubaidiyah, dan al-Ghassaniyah, di antara ke-ekstrim-an pendapat mereka sebagaimana tersebut di atas, al-Mirrisiyah tidak menganggap sujud kepada berhala sebagai kekufuran.
Baca Juga: Doktrin Syiah yang Perlu Diketahui
Pada perkembangan selanjutnya, sekte-sekte tersebut tidak mampu bertahan dan akhirnya punah dimakan usia. Namun, irja’ sebagai “sikap” personal sangat mungkin masih ada di kalangan kaum muslimin saat ini. Bahkan dalam bukunya yang berjudul Teologi Islam, Harun Nasution menyimpulkan bahwa teori Murji’ah moderat mengenai keimanan dan pelaku dosa besar akhirnya diadopsi oleh kalangan Ahl al-Sunnah, baik Asy’ariyah maupun Maturidiyyah.
Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Sekte Syiah yang Perlu Diketahui. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
Yang dipandang kafir bukan lagi hanya orang yang tidak menentukan hukum dengan al-Qur’an, namun yang berdosa besar (murtakib al-kabair) juga dipandang kafir. Sebagai kelanjutan pandangan mengenai pelaku dosa besar, kaum Murji’ah menyatakan bahwa amal perbuatan seseorang tidak mengganggu keimanannya. Menurut Abu Hanifah, sebagai salah seorang penganut Murji’ah moderat, menyatakan bahwa iman adalah pengetahuan dan pengetahuan tentang Tuhan, para Rasul dan segala apa yang datang dari Tuhan.
Iman tidak mempunyai sifat bertambah dan berkurang dan tidak ada perbedaan antara manusia dalam hal iman. Dalam artian, amal perbuatan kurang penting dibandingkan dengan iman. Iman semua orang Islam sama saja, tidak ada perbedaan antara iman orang Islam yang berbuat dosa besar dengan iman orang yang taat.
Selain itu, pandangan politik kaum Murji’ah berakar pada suatu sikap yang dilakukan oleh segolongan sahabat Nabi seperti Abu Bakrah, Abdullah bin Umar, Sa’ad bin Abi Waqash, dan Imran bin Husein terhadap peristiwa pertikaian yang menyebabkan terbunuhnya Utsman bin Affan pada tahun 111 H. Mereka mengambil sikap untuk tidak mau melibatkan diri. Menurut Ahmad Amin, sikap tidak mau melibatkan perselisihan dan pertikaian saudara tersebut adalah atas dasar paham irja’, meskipun paham ini sebagai aliran baru terbentuk sesudah lahirnya kaum Syi’ah dan Khawarij.
Prinsip-prinsip politik kaum Murji’ah di antaranya adalah dilarang menentang khalifah yang dzalim, sebab masalah khalifah bukan urusan manusia, namun urusan Tuhan semata. Kemudian baik buruknya suatu pemerintahan atau khalifah bukan urusan manusia, namun terserah kepada Tuhan karena masalah itu adalah urusan Tuhan. Selain itu, tidak mau menjatuhkan hukuman kepada Ali maupun Muawiyah, sebab keduanya adalah sahabat Nabi.
Baca Juga: Sejarah dan Pengertian Aliran Murji’ah
Sekte-sekte Aliran Murji’ah
Al-Syahrastani telah mengemukakan pandangan-pandangan berbagai golongan Murji’ah dalam persoalan iman dan kufr di antaranya sebagai berikut.
1. Al-Yunusiyah
Sekte ini dipelopori oleh Yunus bin ‘Awn al-Namiri, yang berpendapat bahwa iman adalah ma’rifah kepada Allah dengan menaatinya, mencintai dengan sepenuh hati, dan meninggalkan takabbur. Menurutnya, iblis termasuk makhluk ‘arif bi Allah, namun ia dikatakan kafir lantaran ketakabburannya kepada Allah.
2. Al-Ubaidiyyah
Sekte ini dipelopori oleh Ubaid al-Mukta’ib yang berpendapat bahwa selain perbuatan syirik akan diampuni oleh Allah. Seorang yang meninggal dunia dalam keadaan masih memiliki tauhid, tidak akan binasa oleh kejahatan dan dosa besar yang diperbuatnya.
3. Al-Ghassaniyah
Sekte ini dipelopori oleh Ghassan al-Kafi yang berpendapat bahwa iman adalah pengetahuan (ma’rifah kepada Allah dan Rasul, mengakui dengan lisan akan kebenaran yang diturunkan oleh Allah, namun secara global tidak perlu secara rinci. Iman menurutnya bersifat statis, tidak bertambah dan berkurang.
4. Al-Tsaubaniyah
Sekte ini dipelopori oleh Abu Tsauban al-Murji’i yang berpendapat bahwa iman adalah mengenal dan mengakui (ma’rifah dan ikrar) terhadap Allah dan Rasulnya. Melakukan apa-apa yang tidak pantas menurut akal atau meninggalkan apa yang pantas menurut akal, tidak disebut iman. Iman lebih dahulu daripada amal.
Harun Nasution membagi Murji’ah secara global ke dalam dua golongan besar, yakni golongan Murji’ah moderat dan golongan Murji’ah ekstrim. Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, namun akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya dan karena itu ia tidak akan masuk neraka sama sekali.
Yang termasuk golongan moderat ini di antaranya adalah al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli hadis. Sedangkan yang termasuk golongan ekstrim adalah al-Yunusiyah, al-Ubaidiyah, dan al-Ghassaniyah, di antara ke-ekstrim-an pendapat mereka sebagaimana tersebut di atas, al-Mirrisiyah tidak menganggap sujud kepada berhala sebagai kekufuran.
Baca Juga: Doktrin Syiah yang Perlu Diketahui
Pada perkembangan selanjutnya, sekte-sekte tersebut tidak mampu bertahan dan akhirnya punah dimakan usia. Namun, irja’ sebagai “sikap” personal sangat mungkin masih ada di kalangan kaum muslimin saat ini. Bahkan dalam bukunya yang berjudul Teologi Islam, Harun Nasution menyimpulkan bahwa teori Murji’ah moderat mengenai keimanan dan pelaku dosa besar akhirnya diadopsi oleh kalangan Ahl al-Sunnah, baik Asy’ariyah maupun Maturidiyyah.
Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Sekte Syiah yang Perlu Diketahui. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
0 Response to "Ajaran dan Sekte Aliran Murji’ah"
Posting Komentar