5 Perbedaan Antara Guru dan Dosen
fikriamiruddin.com - Terkadang masyarakat memahami guru dan dosen secara sederhana sebagai profesi yang memiliki persamaan tugas sebagai pendidik. Padahal, guru dan dosen ini memiliki banyak perbedaan yang dapat dibilang mencolok.
Secara definisi, dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, dijelaskan bahwa guru merupakan pendidik yang memiliki tugas utama mendidik, mengajar, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Sedangkan dosen merupakan pendidik yang memiliki tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, serta seni. Sehingga dosen diharapkan menjunjung Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Sehingga secara sederhana, guru berperan untuk mendidik dan mengajar. Sementara itu, dosen berperan untuk mengajar dan meneliti. Karena itu, kita sering menemui dosen yang jarang mengisi kelas, lantaran sedang mengerjakan proyek-proyek penelitian.
Tak hanya itu, dosen juga memiliki jabatan fungsional dalam sebuah institusi atau lembaga, sedangkan guru tidak. Namun, dalam beberapa hal guru tetap lebih istimewa dibanding dosen, di antaranya adalah sebagai berikut.
Baca Juga: Sekolah Seharusnya Menerapkan Pembelajaran Berbasis Kepedulian Lingkungan Hidup
Adanya peringatan hari guru nasional
Ya, setiap tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Hari istimewa tersebut tentu saja diperingati sebagai apresiasi atas kerja keras para guru yang turut serta mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Hari Guru Nasional tersebut ditetapkan berdasarkan keputusan presiden pada tahun 1994. Namun, jauh sebelum itu secara tidak langsung para guru telah memproklamirkan kemerdekaan Indonesia dengan mengubah nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) pada tahun 1932.
Karena itu, berdasarkan rekam jejak sejarah perjuangannya para guru lebih istimewa dibanding dengan dosen. Hingga saat ini pun solidaritas sesama guru masih lebih kuat dibanding solidaritas sesama dosen.
Diberikan gelar sebagai pahlawan tanpa tanda jasa
Penyematan gelar guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa tentu bukan tanpa alasan. Hal itu dilandasi oleh beberapa hal di antaranya guru cukup gigih berjuang membebaskan bangsa Indonesia dari kebodohan.
Selain itu, guru juga bertugas membentuk karakter para peserta didik agar siap untuk terjun di lingkungan masyarakat. Sehingga menghadapi beragam perilaku para peserta didik sudah menjadi “makanan” sehari-hari.
Sehingga gelar guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa ini berbanding lurus dengan gaji yang diterima, terutama guru swasta. Sedangkan dosen, dengan proyek penelitian yang banyak ditambah tunjangan jabatan, tentu sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kedekatan dengan orangtua peserta didik
Masih lekat dalam ingatan saya nama-nama guru yang telah mendidik saya di bangku sekolah. Hal serupa ternyata juga diingat oleh kedua orangtua saya. Bahkan, ketika bertemu di luar sekolah, para guru tampak akrab dengan orangtua.
Hal itu lantaran sekolah sering mengadakan pertemuan dengan wali murid. Mulai dari membahas persiapan ujian, pembayaran sumbangan, hingga pada pengambilan laporan hasil belajar siswa.
Selain itu, apabila ada suatu persoalan di sekolah, misalnya terlambat datang ke sekolah, terkadang pihak sekolah langsung memanggil orangtua. Hingga akhirnya, guru dengan orangtua peserta didik bisa saling bekerja sama memantau perkembangan peserta didik terkait.
Hafal nama-nama peserta didik
Tidak bisa tidak, ternyata para guru memiliki daya ingat yang cukup tinggi untuk menghafal nama-nama peserta didik. Bahkan, ketika sudah lulus pun nama masing-masing peserta didik ini masih dapat diingat dengan sempurna.
Bahkan, tak jarang ada juga guru yang sampai hafal alamat rumah dan nama orangtua peserta didik. Sehingga apabila terdapat suatu persoalan di sekolah, si guru biasanya langsung melaporkannya kepada orangtua siswa terkait.
Sementara itu, di bangku kuliah kita sering menjumpai dosen yang tidak hafal atau bahkan salah memanggil nama mahasiswanya. Jangankan nama mahasiswa satu kelas, nama mahasiswa bimbingannya saja terkadang dilupakan begitu saja, hehe.
Memiliki kepedulian atas kondisi peserta didik
Meskipun para dosen dituntut untuk menjunjung Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang salah satunya pengabdian kepada masyarakat. Hal itu lantas tidak selalu berbanding lurus dengan realita di lapangan.
Entah diakui atau tidak, banyak dosen yang hanya fokus dalam hal pengajaran dan penelitian. Sehingga pada akhirnya abai terhadap kondisi dari masing-masing peserta didik, dan terkesan menyeragamkan kemampuan dan fasilitas yang dimiliki peserta didik.
Sementara itu, guru di sekolah biasanya sangat teliti dengan kondisi dari masing-masing peserta didik. Sehingga dari mulai fasilitas belajar, kondisi orangtua, bahkan perkembangan mental peserta didik, tidak luput dari pengawasan guru di sekolah. Karena itu, guru sering dijuluki sebagai orangtua di sekolah.
Baca Juga: Pandemi Menyelamatkan Anak dari Teror Ketakutan di Sekolah
Apa yang sudah saya jelaskan di atas tentu berdasarkan pada hasil observasi dan pengalaman saya pribadi. Kalian tentu boleh berbeda pendapat dan menganggap dosen lebih istimewa serta superior dibanding guru.
Namun, yang terpenting adalah dosen dan guru itu sama-sama memiliki tugas yang mulia, yakni ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Rekomendasi Tugas yang Bisa Diberikan Guru di Masa Pandemi Corona. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
Secara definisi, dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, dijelaskan bahwa guru merupakan pendidik yang memiliki tugas utama mendidik, mengajar, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Sedangkan dosen merupakan pendidik yang memiliki tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, serta seni. Sehingga dosen diharapkan menjunjung Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Sehingga secara sederhana, guru berperan untuk mendidik dan mengajar. Sementara itu, dosen berperan untuk mengajar dan meneliti. Karena itu, kita sering menemui dosen yang jarang mengisi kelas, lantaran sedang mengerjakan proyek-proyek penelitian.
Tak hanya itu, dosen juga memiliki jabatan fungsional dalam sebuah institusi atau lembaga, sedangkan guru tidak. Namun, dalam beberapa hal guru tetap lebih istimewa dibanding dosen, di antaranya adalah sebagai berikut.
Baca Juga: Sekolah Seharusnya Menerapkan Pembelajaran Berbasis Kepedulian Lingkungan Hidup
Adanya peringatan hari guru nasional
Ya, setiap tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Hari istimewa tersebut tentu saja diperingati sebagai apresiasi atas kerja keras para guru yang turut serta mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Hari Guru Nasional tersebut ditetapkan berdasarkan keputusan presiden pada tahun 1994. Namun, jauh sebelum itu secara tidak langsung para guru telah memproklamirkan kemerdekaan Indonesia dengan mengubah nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) pada tahun 1932.
Karena itu, berdasarkan rekam jejak sejarah perjuangannya para guru lebih istimewa dibanding dengan dosen. Hingga saat ini pun solidaritas sesama guru masih lebih kuat dibanding solidaritas sesama dosen.
Diberikan gelar sebagai pahlawan tanpa tanda jasa
Penyematan gelar guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa tentu bukan tanpa alasan. Hal itu dilandasi oleh beberapa hal di antaranya guru cukup gigih berjuang membebaskan bangsa Indonesia dari kebodohan.
Selain itu, guru juga bertugas membentuk karakter para peserta didik agar siap untuk terjun di lingkungan masyarakat. Sehingga menghadapi beragam perilaku para peserta didik sudah menjadi “makanan” sehari-hari.
Sehingga gelar guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa ini berbanding lurus dengan gaji yang diterima, terutama guru swasta. Sedangkan dosen, dengan proyek penelitian yang banyak ditambah tunjangan jabatan, tentu sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kedekatan dengan orangtua peserta didik
Masih lekat dalam ingatan saya nama-nama guru yang telah mendidik saya di bangku sekolah. Hal serupa ternyata juga diingat oleh kedua orangtua saya. Bahkan, ketika bertemu di luar sekolah, para guru tampak akrab dengan orangtua.
Hal itu lantaran sekolah sering mengadakan pertemuan dengan wali murid. Mulai dari membahas persiapan ujian, pembayaran sumbangan, hingga pada pengambilan laporan hasil belajar siswa.
Selain itu, apabila ada suatu persoalan di sekolah, misalnya terlambat datang ke sekolah, terkadang pihak sekolah langsung memanggil orangtua. Hingga akhirnya, guru dengan orangtua peserta didik bisa saling bekerja sama memantau perkembangan peserta didik terkait.
Hafal nama-nama peserta didik
Tidak bisa tidak, ternyata para guru memiliki daya ingat yang cukup tinggi untuk menghafal nama-nama peserta didik. Bahkan, ketika sudah lulus pun nama masing-masing peserta didik ini masih dapat diingat dengan sempurna.
Bahkan, tak jarang ada juga guru yang sampai hafal alamat rumah dan nama orangtua peserta didik. Sehingga apabila terdapat suatu persoalan di sekolah, si guru biasanya langsung melaporkannya kepada orangtua siswa terkait.
Sementara itu, di bangku kuliah kita sering menjumpai dosen yang tidak hafal atau bahkan salah memanggil nama mahasiswanya. Jangankan nama mahasiswa satu kelas, nama mahasiswa bimbingannya saja terkadang dilupakan begitu saja, hehe.
Memiliki kepedulian atas kondisi peserta didik
Meskipun para dosen dituntut untuk menjunjung Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang salah satunya pengabdian kepada masyarakat. Hal itu lantas tidak selalu berbanding lurus dengan realita di lapangan.
Entah diakui atau tidak, banyak dosen yang hanya fokus dalam hal pengajaran dan penelitian. Sehingga pada akhirnya abai terhadap kondisi dari masing-masing peserta didik, dan terkesan menyeragamkan kemampuan dan fasilitas yang dimiliki peserta didik.
Sementara itu, guru di sekolah biasanya sangat teliti dengan kondisi dari masing-masing peserta didik. Sehingga dari mulai fasilitas belajar, kondisi orangtua, bahkan perkembangan mental peserta didik, tidak luput dari pengawasan guru di sekolah. Karena itu, guru sering dijuluki sebagai orangtua di sekolah.
Baca Juga: Pandemi Menyelamatkan Anak dari Teror Ketakutan di Sekolah
Apa yang sudah saya jelaskan di atas tentu berdasarkan pada hasil observasi dan pengalaman saya pribadi. Kalian tentu boleh berbeda pendapat dan menganggap dosen lebih istimewa serta superior dibanding guru.
Namun, yang terpenting adalah dosen dan guru itu sama-sama memiliki tugas yang mulia, yakni ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Rekomendasi Tugas yang Bisa Diberikan Guru di Masa Pandemi Corona. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
0 Response to "5 Perbedaan Antara Guru dan Dosen"
Posting Komentar