11 Macam Dalil dalam Hukum Islam
fikriamiruddin.com - Menurut bahasa, kata dalil mengandung beberapa makna, yakni penunjuk, buku petunjuk, tanda atau alamat, daftar isi buku, bukti, dan saksi. Ringkasnya dalil dapat diartikan petunjuk kepada sesuatu, baik yang material maupun yang non-material. Apabila dilihat dari segi keberadaannya, dalil dapat dibedakan menjadi dua macam. Yakni, dalil naqli dan dalil aqli. Berdasarkan pengertian ini, para ulama menempatkan sebelas dalil sebagai landasan penetapan suatu hukum, yakni sebagai berikut:
1. Al-Qur’an
Secara bahasa, al-Qur’an berasal dari kata qara’a yang berarti bacaan atau apa yang tertulis padanya. Kaum muslimin telah sepakat menerima keautentikan al-Qur’an. Karena itu, al-Qur’an dipandang sebagai qath’i al-tsubut (riwayatnya diterima secara pasti). Dari prinsip ini, segenap kaum muslim sepakat menerima al-Qur’an sebagai dalil atau sumber hukum yang paling asasi. Al-Qur’an sendiri memerintahkan agar menetapkan hukum atas dasar hukum Allah Swt yang termaktub di dalamnya.
2. Sunnah
Secara bahasa, Sunnah berarti jalan yang biasa dilalui atau cara yang senantiasa dilakukan. Secara istilah, Sunnah adalah segala yang diriwayatkan dari Nabi Saw, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan atau sifatnya yang berkaitan dengan hukum. Kaum muslimin juga sepakat terhadap kedudukan Sunnah sebagai sumber hukum Islam. Hanya ada segelintir kaum Khawarij yang tidak memandang Sunnah sebagai dalil/sumber hukum.
3. Ijma’
Secara bahasa, Ijma’ berarti kesepakatan atau konsensus, seperti dalam surat Yusuf ayat 15; atau ketetapan hati untuk melakukan sesuatu, seperti dalam surat Yunus ayat 71. Menurut Abdul al-Wahhab Khallaf, Ijma’ adalah konsensus para mujtahid dari kalangan umat Nabi Muhammad Saw setelah wafatnya pada suatu masa terhadap suatu hukum syara’. Ijma’ dapat menjadi sumber hukum Islam sepanjang rukun-rukunnya terpenuhi.
4. Qiyas
Secara bahasa, Qiyas berarti ukuran, mengetahui ukuran sesuatu, membandingkan atau menyamakan sesuatu dengan yang lain. Qiyas memiliki empat rukun, yakni Ashl (wadah hukum yang diterapkan melalui nash atau ijma’), far’u (kasus yang akan ditentukan hukumnya), illat (motivasi hukum yang terdapat dan terlihat oleh mujtahid pada ashl), dan hukm al-ashl (hukum yang telah ditentukan oleh nash atau Ijma’).
5. Istihsan
Secara bahasa, Istihsan berarti menganggap atau memandang baik pada sesuatu. Dari segi istilah, Istihsan adalah meninggalkan Qiyas dan mengamalkan yang lebih kuat darinya, sebab terdapat dalil atau alasan yang menghendakinya serta lebih sesuai dengan kemaslahatan manusia. Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan Istihsan sebagai salah satu dalil. Menurut ulama mazhab Hanafi, Maliki, dan sebagian ulama Hambali, Istihsan merupakan dalil yang kuat dalam menetapkan hukum Islam.
Baca Juga: Pengertian Istidlal dalam Hukum Islam
6. Istishlah
Istilah lain dari Istishlah adalah Mashlahah Mursalah. Menurut bahasa, Istishlah berarti baik. Istishlah didefinisikan sebagai suatu upaya penetapan hukum yang didasarkan atas kemaslahatan/kebaikan (mashlahah). Kebaikan ini tidak ditunjukkan secara tegas dalam al-Qur’an, Sunnah, maupun Ijma’, namun kebaikan ini juga tidak bertentangan dengan maksud Syari’ah.
7. Istishhab
Secara bahasa, Istishhab berarti minta bersahabat atau membandingkan sesuatu dan mendekatkannya. Definisi Istishhab adalah melestarikan suatu ketentuan hukum yang telah ada pada masa lalu, hingga ada dalil yang mengubahnya. Dalam artian, apabila dalam suatu kasus telah ada hukumnya dan tidak diketahui ada dalil lain yang mengubah hukum tersebut, maka hukum yang telah ada pada masa lampau itu tetap berlaku sebagaimana adanya.
8. ‘Urf
Secara bahasa, ‘Urf berarti yang kenal. Definisi ‘Urf adalah sesuatu yang dikerjakan secara berulang-ulang tanpa adanya hubungan rasional. Lebih lengkapnya ‘Urf adalah segala sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia karena telah menjadi kebiasaan atau tradisi, baik bersifat perkataan, perbuatan, atau dalam kaitannya dengan meninggalkan perbuatan tertentu. ‘Urf dibagi menjadi dua macam, yakni ‘urf shahih dan ‘urf fasid.
9. Sadd al-Dzari’ah
Secara bahasa, sadd berarti penutup dan dzari’ah berarti jalan yang menuju kepada sesuatu atau sesuatu yang membawa kepada yang dilarang dan mengandung kemudharatan. Menurut pakar studi hukum Islam, dzari’ah berarti sesuatu yang menjadi perantara ke arah perbuatan yang diharamkan. Dengan demikian, Sadd al-Dzari’ah berarti menutup sesuatu yang menjadi sarana kepada yang diharamkan atau dihalalkan.
10. Syar’u Man Qablana
Syar’u Man Qablana berarti syariat umat sebelum Islam. Dalam hal ini, terdapat syariat sebelum Islam yang telah dibatalkan oleh syariat Islam dan ada pula yang masih tetap diberlakukan. Persoalannya adalah apakah hukum-hukum yang ada bagi umat sebelum Islam menjadi hukum juga bagi umat Islam. Para pakar studi hukum Islam menyatakan bahwa seluruh syariat yang diturunkan Allah Swt sebelum Islam melalui para Rasul-Nya telah dibatalkan secara umum oleh syariat Islam.
Baca Juga: Pengertian Istinbath dalam Hukum Islam
11. Madzhab Shahabi
Mazhab Shahabi adalah pendapat para sahabat Nabi Muhammad Saw mengenai suatu kasus yang dikutip oleh para ulama, baik berupa fatwa atau ketetapan hukum. Sementara itu, al-Qur’an dan Sunnah tidak menjelaskan hukum terhadap kasus yang dihadapi sahabat tersebut. Di samping itu, tidak ditemukan kesepakatan para sahabat yang menetapkan hukum tersebut. Persoalannya adalah apabila pendapat sahabat itu diriwayatkan dengan jalur yang sahih/valid, apakah wajib diterima, diamalkan, dan dijadikan dalil.
Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Pemikiran Hukum Islam Mazhab Zhahiri. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
1. Al-Qur’an
Secara bahasa, al-Qur’an berasal dari kata qara’a yang berarti bacaan atau apa yang tertulis padanya. Kaum muslimin telah sepakat menerima keautentikan al-Qur’an. Karena itu, al-Qur’an dipandang sebagai qath’i al-tsubut (riwayatnya diterima secara pasti). Dari prinsip ini, segenap kaum muslim sepakat menerima al-Qur’an sebagai dalil atau sumber hukum yang paling asasi. Al-Qur’an sendiri memerintahkan agar menetapkan hukum atas dasar hukum Allah Swt yang termaktub di dalamnya.
2. Sunnah
Secara bahasa, Sunnah berarti jalan yang biasa dilalui atau cara yang senantiasa dilakukan. Secara istilah, Sunnah adalah segala yang diriwayatkan dari Nabi Saw, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan atau sifatnya yang berkaitan dengan hukum. Kaum muslimin juga sepakat terhadap kedudukan Sunnah sebagai sumber hukum Islam. Hanya ada segelintir kaum Khawarij yang tidak memandang Sunnah sebagai dalil/sumber hukum.
3. Ijma’
Secara bahasa, Ijma’ berarti kesepakatan atau konsensus, seperti dalam surat Yusuf ayat 15; atau ketetapan hati untuk melakukan sesuatu, seperti dalam surat Yunus ayat 71. Menurut Abdul al-Wahhab Khallaf, Ijma’ adalah konsensus para mujtahid dari kalangan umat Nabi Muhammad Saw setelah wafatnya pada suatu masa terhadap suatu hukum syara’. Ijma’ dapat menjadi sumber hukum Islam sepanjang rukun-rukunnya terpenuhi.
4. Qiyas
Secara bahasa, Qiyas berarti ukuran, mengetahui ukuran sesuatu, membandingkan atau menyamakan sesuatu dengan yang lain. Qiyas memiliki empat rukun, yakni Ashl (wadah hukum yang diterapkan melalui nash atau ijma’), far’u (kasus yang akan ditentukan hukumnya), illat (motivasi hukum yang terdapat dan terlihat oleh mujtahid pada ashl), dan hukm al-ashl (hukum yang telah ditentukan oleh nash atau Ijma’).
5. Istihsan
Secara bahasa, Istihsan berarti menganggap atau memandang baik pada sesuatu. Dari segi istilah, Istihsan adalah meninggalkan Qiyas dan mengamalkan yang lebih kuat darinya, sebab terdapat dalil atau alasan yang menghendakinya serta lebih sesuai dengan kemaslahatan manusia. Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan Istihsan sebagai salah satu dalil. Menurut ulama mazhab Hanafi, Maliki, dan sebagian ulama Hambali, Istihsan merupakan dalil yang kuat dalam menetapkan hukum Islam.
Baca Juga: Pengertian Istidlal dalam Hukum Islam
6. Istishlah
Istilah lain dari Istishlah adalah Mashlahah Mursalah. Menurut bahasa, Istishlah berarti baik. Istishlah didefinisikan sebagai suatu upaya penetapan hukum yang didasarkan atas kemaslahatan/kebaikan (mashlahah). Kebaikan ini tidak ditunjukkan secara tegas dalam al-Qur’an, Sunnah, maupun Ijma’, namun kebaikan ini juga tidak bertentangan dengan maksud Syari’ah.
7. Istishhab
Secara bahasa, Istishhab berarti minta bersahabat atau membandingkan sesuatu dan mendekatkannya. Definisi Istishhab adalah melestarikan suatu ketentuan hukum yang telah ada pada masa lalu, hingga ada dalil yang mengubahnya. Dalam artian, apabila dalam suatu kasus telah ada hukumnya dan tidak diketahui ada dalil lain yang mengubah hukum tersebut, maka hukum yang telah ada pada masa lampau itu tetap berlaku sebagaimana adanya.
8. ‘Urf
Secara bahasa, ‘Urf berarti yang kenal. Definisi ‘Urf adalah sesuatu yang dikerjakan secara berulang-ulang tanpa adanya hubungan rasional. Lebih lengkapnya ‘Urf adalah segala sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia karena telah menjadi kebiasaan atau tradisi, baik bersifat perkataan, perbuatan, atau dalam kaitannya dengan meninggalkan perbuatan tertentu. ‘Urf dibagi menjadi dua macam, yakni ‘urf shahih dan ‘urf fasid.
9. Sadd al-Dzari’ah
Secara bahasa, sadd berarti penutup dan dzari’ah berarti jalan yang menuju kepada sesuatu atau sesuatu yang membawa kepada yang dilarang dan mengandung kemudharatan. Menurut pakar studi hukum Islam, dzari’ah berarti sesuatu yang menjadi perantara ke arah perbuatan yang diharamkan. Dengan demikian, Sadd al-Dzari’ah berarti menutup sesuatu yang menjadi sarana kepada yang diharamkan atau dihalalkan.
10. Syar’u Man Qablana
Syar’u Man Qablana berarti syariat umat sebelum Islam. Dalam hal ini, terdapat syariat sebelum Islam yang telah dibatalkan oleh syariat Islam dan ada pula yang masih tetap diberlakukan. Persoalannya adalah apakah hukum-hukum yang ada bagi umat sebelum Islam menjadi hukum juga bagi umat Islam. Para pakar studi hukum Islam menyatakan bahwa seluruh syariat yang diturunkan Allah Swt sebelum Islam melalui para Rasul-Nya telah dibatalkan secara umum oleh syariat Islam.
Baca Juga: Pengertian Istinbath dalam Hukum Islam
11. Madzhab Shahabi
Mazhab Shahabi adalah pendapat para sahabat Nabi Muhammad Saw mengenai suatu kasus yang dikutip oleh para ulama, baik berupa fatwa atau ketetapan hukum. Sementara itu, al-Qur’an dan Sunnah tidak menjelaskan hukum terhadap kasus yang dihadapi sahabat tersebut. Di samping itu, tidak ditemukan kesepakatan para sahabat yang menetapkan hukum tersebut. Persoalannya adalah apabila pendapat sahabat itu diriwayatkan dengan jalur yang sahih/valid, apakah wajib diterima, diamalkan, dan dijadikan dalil.
Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Pemikiran Hukum Islam Mazhab Zhahiri. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
0 Response to "11 Macam Dalil dalam Hukum Islam"
Posting Komentar