Mari Bersepakat Bahwa Teori Konspirasi Masih Lebih Baik Ketimbang Prank
fikriamiruddin.com - Terlepas dari persoalan benar atau salah di mata hukum, di mata etika nampaknya teori konspirasi masih memiliki kedudukan lebih baik di mata masyarakat meskipun sedikit. Hal ini lantaran teori konspirasi tidak memiliki dampak secara langsung, dibandingkan dengan prank-prank yang dilakukan oleh para youtuber. Meskipun demikian, keduanya tetap harus diwaspadai eksistensinya.
Beberapa waktu lalu, ada seorang kawan yang iseng tanya kepada saya “Mas kira-kira lebih bahaya mana ya dampak yang ditimbulkan oleh teori konspirasi dengan prank dalam kehidupan masyarakat?”. Pada saat itu lantas membuat saya berpikir sedikit keras, kenapa tiba-tiba dia menanyakan hal demikian? Berdasarkan beberapa pertimbangan akhirnya saya memutuskan menjawabnya dengan enteng “Kayaknya masih mendingan teori konspirasi mas.”
Namun, saat itu saya tidak memberikan alasan terkait dengan pernyataan saya di atas. Hal ini lantaran saya beranggapan teman saya sedang iseng, ya saya balas iseng aja sekalian biar imbang hehe. Entah kenapa tetiba saya terbayang pernyataan yang pernah terlontar itu. Sehingga membuat saya teringat pesan dari seorang Guru bahwa “Lebih baik diam, daripada memberikan pernyataan tanpa alasan.”
Pada akhirnya saya memutuskan untuk mencari alasan yang bisa mendasari pernyataan yang pernah terlontar itu, meskipun dengan otak-atik gathuk sekalipun. Eh sebentar, jangan terlalu serius, jangan kemana-mana juga, saya tak cari wangsit dulu.
Baca Juga: Pengalaman Saya Jadi Korban Penipuan Berkedok Brand Ambassador Via Email
Jadi begini, dalam tataran filsafat, sebenarnya kedua hal ini berada dalam wilayah objek kajian yang berbeda. Dalam filsafat, teori konspirasi itu masuk dalam wilayah kajian epistemologi. Sedangkan prank masuk dalam wilayah kajian aksiologi. Eh sebentar mas, apakah bisa kedua wilayah ini digabungkan saja? Menurut saya bisa, namun harus mengikut sertakan pihak ketiga atau pijakan lain selain filsafat, yakni agama (wahyu).
Dalam menganalisis persoalan aja ada pihak ketiga, apalagi dalam hubungan hehe. Terus fungsi agama dalam persoalan ini apa mas? Ya, setidaknya agama itu mempunyai pengetahuan tentang baik-buruk. Maka dari itu, Kanjeng Nabi pertama kali mendapatkan wahyu iqra (bacalah). Setelah mempunyai pengetahuan yang cukup, baru kemudian misi “menyempurnakan akhlak” bisa dijalankan, kira-kira begitu.
Eh kok jadi bahas agama ya, nanti malah disangkanya kultum. Oke jadi titik temunya kira-kira seperti ini, teori konspirasi itu adalah produk pengetahuan, sedangkan prank itu adalah produk dari tindakan. Ngomong-ngomong kenapa kok saya makeknya istilah tindakan bukan perilaku? Sebatas yang saya ketahui, tindakan itu dilakukan manusia secara spontan dan tidak berulang. Sedangkan perilaku adalah sesuatu yang dilakukan manusia melalui pengulangan.
Jadi, prank itu bukan perilaku, karena tidak dilakukan berulang-ulang dengan pola yang sama layaknya jual-beli. Kemudian bagaimana bisa kedudukan teori konspirasi bisa lebih baik ketimbang prank? Hal ini dapat kita jawab dengan pendekatan dampak yang ditimbulkan dalam kehidupan masyarakat.
Mari kita bahas dari teori konspirasi terlebih dahulu. Teori konspirasi juga merupakan produk perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi). Sebagai teori, sebenarnya teori konspirasi tidak jauh beda dengan banyak teori yang kita pelajari di kampus. Fungsinya masih sama, yakni mengungkap, membaca, atau menganalisis realitas yang terjadi di lapangan. Jadi, intinya sebagai pisau analisis untuk mengungkap sebuah peristiwa atau fenomena.
Baca Juga: Dampak Iklan Obat dan Suplemen Terhadap Kehidupan Masyarakat
Untuk dapat menganalisis sebuah peristiwa atau fenomena menggunakan teori konspirasi, seseorang perlu juga yang namanya metode penelitian. Metode penelitian yang cukup populer ada metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Apabila kualitatif, maka harus disiapkan data dari observasi, interview, dan dokumen yang relevan. Sedangkan kuantitatif, kita bisa mempersiapkan data melalui angket yang disebarkan kepada responden.
Jadi, menurut saya teori konspirasi tetap memiliki hak sama dengan teori lainnya untuk diuji kebenaran atau kesesuaiannya dalam mengungkap fenomena. Dalam konteks sekarang ini, teori konspirasi boleh kok digunakan menganalisis suatu fenomena untuk mendapatkan sudut pandang. Sehingga, apabila ada orang yang berpendapat dengan teori konspirasi ya sah-sah saja, asalkan diperkuat dengan prosedur yang berlaku.
Sedangkan prank, dapat dipahami secara sederhana sebagai suatu tindakan yang ditujukan kepada orang lain dengan memiliki motif menipu, mengerjai, atau menyakiti dalam bentuk jasmani ataupun rohani, demi mendapatkan kegembiraan temporer. Dalam praksisnya, prank bisa mewujud dalam beberapa bentuk, dari mulai menjaili seseorang secara personal, mengetes kesabaran seseorang, hingga sampai pada mengetes keimanan seseorang.
Sebagai contoh, prank yang sempat dilakukan oleh dua youtuber akhir-akhir ini, terlepas itu sebuah setingan atau bukan. Pertama, youtuber yang melakukan prank memberikan uang 10 juta bagi seseorang yang berani membatalkan puasanya. Kedua, youtuber yang melakukan prank dengan dalih memberikan bantuan makanan kepada para waria, yang ternyata isinya batu bata dan sampah.
Dari kedua prank di atas dapat disimpulkan, selain merugikan orang lain, konten youtube berjenis prank ini tentu akan sangat berdampak negatif dalam kehidupan masyarakat. Apalagi youtube saat ini dapat diakses oleh siapa saja dari semua kalangan. Dengan mereka menonton prank, bukan tidak mungkin nantinya akan muncul prank-prank lain yang mungkin saja bisa lebih gila dari yang mereka berdua lakukan.
Pada intinya, menurut saya teori konspirasi tidak berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat dikarenakan masih berupa sebuah konsep, yang dalam konteks sekarang ini masih sebuah wacana yang perlu dibuktikan kebenarannya melalui metode dan pengujian-pengujian. Sedangkan prank, dampaknya terjadi secara langsung pada korbannya, selain itu, apa yang pertontonkan tersebut akan mudah ditiru, terutama oleh anak di bawah umur.
Maka dari itu, mari bersepakat bahwa teori konspirasi masih lebih baik ketimbang prank, berdasarkan pada dampak yang ditimbulkannya dalam kehidupan masyarakat.
Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: 7 Sikap Menangkal Aksi Radikalisme. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
Beberapa waktu lalu, ada seorang kawan yang iseng tanya kepada saya “Mas kira-kira lebih bahaya mana ya dampak yang ditimbulkan oleh teori konspirasi dengan prank dalam kehidupan masyarakat?”. Pada saat itu lantas membuat saya berpikir sedikit keras, kenapa tiba-tiba dia menanyakan hal demikian? Berdasarkan beberapa pertimbangan akhirnya saya memutuskan menjawabnya dengan enteng “Kayaknya masih mendingan teori konspirasi mas.”
Namun, saat itu saya tidak memberikan alasan terkait dengan pernyataan saya di atas. Hal ini lantaran saya beranggapan teman saya sedang iseng, ya saya balas iseng aja sekalian biar imbang hehe. Entah kenapa tetiba saya terbayang pernyataan yang pernah terlontar itu. Sehingga membuat saya teringat pesan dari seorang Guru bahwa “Lebih baik diam, daripada memberikan pernyataan tanpa alasan.”
Pada akhirnya saya memutuskan untuk mencari alasan yang bisa mendasari pernyataan yang pernah terlontar itu, meskipun dengan otak-atik gathuk sekalipun. Eh sebentar, jangan terlalu serius, jangan kemana-mana juga, saya tak cari wangsit dulu.
Baca Juga: Pengalaman Saya Jadi Korban Penipuan Berkedok Brand Ambassador Via Email
Jadi begini, dalam tataran filsafat, sebenarnya kedua hal ini berada dalam wilayah objek kajian yang berbeda. Dalam filsafat, teori konspirasi itu masuk dalam wilayah kajian epistemologi. Sedangkan prank masuk dalam wilayah kajian aksiologi. Eh sebentar mas, apakah bisa kedua wilayah ini digabungkan saja? Menurut saya bisa, namun harus mengikut sertakan pihak ketiga atau pijakan lain selain filsafat, yakni agama (wahyu).
Dalam menganalisis persoalan aja ada pihak ketiga, apalagi dalam hubungan hehe. Terus fungsi agama dalam persoalan ini apa mas? Ya, setidaknya agama itu mempunyai pengetahuan tentang baik-buruk. Maka dari itu, Kanjeng Nabi pertama kali mendapatkan wahyu iqra (bacalah). Setelah mempunyai pengetahuan yang cukup, baru kemudian misi “menyempurnakan akhlak” bisa dijalankan, kira-kira begitu.
Eh kok jadi bahas agama ya, nanti malah disangkanya kultum. Oke jadi titik temunya kira-kira seperti ini, teori konspirasi itu adalah produk pengetahuan, sedangkan prank itu adalah produk dari tindakan. Ngomong-ngomong kenapa kok saya makeknya istilah tindakan bukan perilaku? Sebatas yang saya ketahui, tindakan itu dilakukan manusia secara spontan dan tidak berulang. Sedangkan perilaku adalah sesuatu yang dilakukan manusia melalui pengulangan.
Jadi, prank itu bukan perilaku, karena tidak dilakukan berulang-ulang dengan pola yang sama layaknya jual-beli. Kemudian bagaimana bisa kedudukan teori konspirasi bisa lebih baik ketimbang prank? Hal ini dapat kita jawab dengan pendekatan dampak yang ditimbulkan dalam kehidupan masyarakat.
Mari kita bahas dari teori konspirasi terlebih dahulu. Teori konspirasi juga merupakan produk perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi). Sebagai teori, sebenarnya teori konspirasi tidak jauh beda dengan banyak teori yang kita pelajari di kampus. Fungsinya masih sama, yakni mengungkap, membaca, atau menganalisis realitas yang terjadi di lapangan. Jadi, intinya sebagai pisau analisis untuk mengungkap sebuah peristiwa atau fenomena.
Baca Juga: Dampak Iklan Obat dan Suplemen Terhadap Kehidupan Masyarakat
Untuk dapat menganalisis sebuah peristiwa atau fenomena menggunakan teori konspirasi, seseorang perlu juga yang namanya metode penelitian. Metode penelitian yang cukup populer ada metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Apabila kualitatif, maka harus disiapkan data dari observasi, interview, dan dokumen yang relevan. Sedangkan kuantitatif, kita bisa mempersiapkan data melalui angket yang disebarkan kepada responden.
Jadi, menurut saya teori konspirasi tetap memiliki hak sama dengan teori lainnya untuk diuji kebenaran atau kesesuaiannya dalam mengungkap fenomena. Dalam konteks sekarang ini, teori konspirasi boleh kok digunakan menganalisis suatu fenomena untuk mendapatkan sudut pandang. Sehingga, apabila ada orang yang berpendapat dengan teori konspirasi ya sah-sah saja, asalkan diperkuat dengan prosedur yang berlaku.
Sedangkan prank, dapat dipahami secara sederhana sebagai suatu tindakan yang ditujukan kepada orang lain dengan memiliki motif menipu, mengerjai, atau menyakiti dalam bentuk jasmani ataupun rohani, demi mendapatkan kegembiraan temporer. Dalam praksisnya, prank bisa mewujud dalam beberapa bentuk, dari mulai menjaili seseorang secara personal, mengetes kesabaran seseorang, hingga sampai pada mengetes keimanan seseorang.
Sebagai contoh, prank yang sempat dilakukan oleh dua youtuber akhir-akhir ini, terlepas itu sebuah setingan atau bukan. Pertama, youtuber yang melakukan prank memberikan uang 10 juta bagi seseorang yang berani membatalkan puasanya. Kedua, youtuber yang melakukan prank dengan dalih memberikan bantuan makanan kepada para waria, yang ternyata isinya batu bata dan sampah.
Dari kedua prank di atas dapat disimpulkan, selain merugikan orang lain, konten youtube berjenis prank ini tentu akan sangat berdampak negatif dalam kehidupan masyarakat. Apalagi youtube saat ini dapat diakses oleh siapa saja dari semua kalangan. Dengan mereka menonton prank, bukan tidak mungkin nantinya akan muncul prank-prank lain yang mungkin saja bisa lebih gila dari yang mereka berdua lakukan.
Pada intinya, menurut saya teori konspirasi tidak berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat dikarenakan masih berupa sebuah konsep, yang dalam konteks sekarang ini masih sebuah wacana yang perlu dibuktikan kebenarannya melalui metode dan pengujian-pengujian. Sedangkan prank, dampaknya terjadi secara langsung pada korbannya, selain itu, apa yang pertontonkan tersebut akan mudah ditiru, terutama oleh anak di bawah umur.
Maka dari itu, mari bersepakat bahwa teori konspirasi masih lebih baik ketimbang prank, berdasarkan pada dampak yang ditimbulkannya dalam kehidupan masyarakat.
Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: 7 Sikap Menangkal Aksi Radikalisme. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
0 Response to "Mari Bersepakat Bahwa Teori Konspirasi Masih Lebih Baik Ketimbang Prank"
Posting Komentar