Pembentukan Sumber Hukum Islam Periode Madaniyyah
fikriamiruddin.com - Di Madinah, Nabi tidak menghadapi masyarakat yang sesat sebagaimana saat di Mekkah, melainkan masyarakat yang telah tercerahkan oleh Syari’at Islam. Sebelum kedatangan Nabi Muhammad Saw, Mush’ab bin ‘Umair telah berhasil membina masyarakat Madinah. Persatuan kelompok pendatang (Muhajirin) dan kelompok asli daerah (Anshar) menjadi modal sosial bagi Nabi Muhammad Saw untuk membentuk masyarakat madani.
Dengan modal sosial ini, wahyu yang turun bernuansa kemasyarakatan. Di periode ini pula, praktek Nabi Muhammad Saw banyak disorot oleh para sahabat. Secara umum, kandungan Syari’at Islam yang dikemukakan di periode Madaniyyah di antaranya: pertama, perwujudan keimanan dalam interaksi sosial. Wahyu membuat klasifikasi mukmin, munafik, Ahli Kitab, musyrik, dan kafir serta mengemukakan sikap terhadap masing-masing kelompok sosial ini.
Kedua, perintah ketaatan kepada Nabi Muhammad Saw. Wahyu tidak lagi membuktikan kenabian, namun memerintahkan masyarakat untuk tetap loyal kepada Nabi Muhammad Saw. Ketiga, petunjuk fungsi al-Qur’an. Wahyu tidak lagi menegaskan al-Qur’an sebagai Firman Allah Swt, melainkan pula menunjukkan fungsi-fungsi al-Qur’an dan hikmah yang terkandung di dalamnya.
Keempat, pemberlakuan hukum-hukum keluarga, antara lain pernikahan, waris, wasiat, dan sebagainya. Keluarga adalah pilar utama bagi masyarakat, sehingga wahyu memperhatikannya dengan mengaturnya secara lebih detail. Kelima, penetapan etika sosial. Jalinan hubungan antara sesama manusia dipertegas oleh wahyu, agar bangunan sistem sosial menjadi kokoh. Dalam hal ini, wahyu mengatur hubungan antara muslim dan non-muslim.
Baca Juga: Pembentukan Sumber Hukum Islam Periode Makkiyah
Keenam, pemberlakuan hukum-hukum peperangan, diplomasi, pemerintahan, bahkan hukum acara pidana. Karena masyarakat Madinah telah membentuk sebuah negara, maka wahyu turun untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketujuh, penetapan sumber-sumber keuangan negara dan pola pendistribusiannya. Wahyu menguraikan hukum zakat, rampasan perang, dan pajak atas kaum non-muslim.
Berdasarkan kandungan Syari’at Islam periode Madaniyyah di atas, dapat dikemukakan bahwa karakteristik periode ini adalah kelembagaan. Suatu lembaga merupakan sistem sosial. dalam sebuah lembaga, terdapat sistem nilai, kerja sistem, dan batasan sistem. Syari’at Islam yang diajarkan Nabi Muhammad Saw diarahkan untuk penguatan lembaga. Inilah target dari periode Madaniyyah.
Dengan lembaga yang kuat, masyarakat menjadi aman dan sejahtera. Tidak sedikit masyarakat di luar lembaga Madinah hendak menggabungkan diri. Tentu saja, hal ini menjadi ancaman bagi masyarakat luar Madinah, sehingga peperangan tidak terelakkan. Proses penguatan lembaga Madinah ditempuh Nabi Muhammad Saw selama 10 tahun. Selama ini pula, Nabi mengajarkan dan menafsirkan wahyu al-Qur’an dengan perkataan, sikap, dan perbuatan.
Penjelasan teoritis dikemukakan dengan perkataan, sedangkan penjelasan praktis disampaikan dengan sikap dan perbuatan. Satunya perkataan dengan perbuatan ini menjadi kunci sukses pembinaan Nabi Muhammad Saw. Hasilnya adalah Nabi Muhammad Saw menjadi teladan dalam segala hal. Kuatnya teladan ini dibuktikan dengan keengganan para sahabat untuk melakukan hal yang tidak dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw.
Baca Juga: 9 Karakteristik Hukum Islam yang Harus Diketahui
Mereka justru menjalankan hal-hal yang telah menjadi tradisi Nabi Muhammad Saw. Dalam hal ini Ibnu Hajar mendefinisikan sahabat sebagai orang yang berjumpa dengan Nabi Muhammad Saw, beriman kepadanya, dan meninggal dalam Islam. Demikian ini definisi dikemukakan oleh pakar hadis. Sahabat merupakan orang yang lama bergaul dengan Nabi Muhammad Saw lama atau sebentar.
Sedangkan menurut pakar hukum Islam, sahabat adalah setiap orang yang berjumpa dengan Nabi Muhammad Saw secara sadar setelah Nabi Saw menerima wahyu, beriman kepadanya sepanjang hidup, menemaninya dalam waktu yang lama, mengikuti dan mendapatkan pelajaran dari Nabi Muhammad Saw, serta wafat dalam keadaan muslim.
Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Pengertian Hukum Islam Menurut Para Ahli. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
Dengan modal sosial ini, wahyu yang turun bernuansa kemasyarakatan. Di periode ini pula, praktek Nabi Muhammad Saw banyak disorot oleh para sahabat. Secara umum, kandungan Syari’at Islam yang dikemukakan di periode Madaniyyah di antaranya: pertama, perwujudan keimanan dalam interaksi sosial. Wahyu membuat klasifikasi mukmin, munafik, Ahli Kitab, musyrik, dan kafir serta mengemukakan sikap terhadap masing-masing kelompok sosial ini.
Kedua, perintah ketaatan kepada Nabi Muhammad Saw. Wahyu tidak lagi membuktikan kenabian, namun memerintahkan masyarakat untuk tetap loyal kepada Nabi Muhammad Saw. Ketiga, petunjuk fungsi al-Qur’an. Wahyu tidak lagi menegaskan al-Qur’an sebagai Firman Allah Swt, melainkan pula menunjukkan fungsi-fungsi al-Qur’an dan hikmah yang terkandung di dalamnya.
Keempat, pemberlakuan hukum-hukum keluarga, antara lain pernikahan, waris, wasiat, dan sebagainya. Keluarga adalah pilar utama bagi masyarakat, sehingga wahyu memperhatikannya dengan mengaturnya secara lebih detail. Kelima, penetapan etika sosial. Jalinan hubungan antara sesama manusia dipertegas oleh wahyu, agar bangunan sistem sosial menjadi kokoh. Dalam hal ini, wahyu mengatur hubungan antara muslim dan non-muslim.
Baca Juga: Pembentukan Sumber Hukum Islam Periode Makkiyah
Keenam, pemberlakuan hukum-hukum peperangan, diplomasi, pemerintahan, bahkan hukum acara pidana. Karena masyarakat Madinah telah membentuk sebuah negara, maka wahyu turun untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketujuh, penetapan sumber-sumber keuangan negara dan pola pendistribusiannya. Wahyu menguraikan hukum zakat, rampasan perang, dan pajak atas kaum non-muslim.
Berdasarkan kandungan Syari’at Islam periode Madaniyyah di atas, dapat dikemukakan bahwa karakteristik periode ini adalah kelembagaan. Suatu lembaga merupakan sistem sosial. dalam sebuah lembaga, terdapat sistem nilai, kerja sistem, dan batasan sistem. Syari’at Islam yang diajarkan Nabi Muhammad Saw diarahkan untuk penguatan lembaga. Inilah target dari periode Madaniyyah.
Dengan lembaga yang kuat, masyarakat menjadi aman dan sejahtera. Tidak sedikit masyarakat di luar lembaga Madinah hendak menggabungkan diri. Tentu saja, hal ini menjadi ancaman bagi masyarakat luar Madinah, sehingga peperangan tidak terelakkan. Proses penguatan lembaga Madinah ditempuh Nabi Muhammad Saw selama 10 tahun. Selama ini pula, Nabi mengajarkan dan menafsirkan wahyu al-Qur’an dengan perkataan, sikap, dan perbuatan.
Penjelasan teoritis dikemukakan dengan perkataan, sedangkan penjelasan praktis disampaikan dengan sikap dan perbuatan. Satunya perkataan dengan perbuatan ini menjadi kunci sukses pembinaan Nabi Muhammad Saw. Hasilnya adalah Nabi Muhammad Saw menjadi teladan dalam segala hal. Kuatnya teladan ini dibuktikan dengan keengganan para sahabat untuk melakukan hal yang tidak dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw.
Baca Juga: 9 Karakteristik Hukum Islam yang Harus Diketahui
Mereka justru menjalankan hal-hal yang telah menjadi tradisi Nabi Muhammad Saw. Dalam hal ini Ibnu Hajar mendefinisikan sahabat sebagai orang yang berjumpa dengan Nabi Muhammad Saw, beriman kepadanya, dan meninggal dalam Islam. Demikian ini definisi dikemukakan oleh pakar hadis. Sahabat merupakan orang yang lama bergaul dengan Nabi Muhammad Saw lama atau sebentar.
Sedangkan menurut pakar hukum Islam, sahabat adalah setiap orang yang berjumpa dengan Nabi Muhammad Saw secara sadar setelah Nabi Saw menerima wahyu, beriman kepadanya sepanjang hidup, menemaninya dalam waktu yang lama, mengikuti dan mendapatkan pelajaran dari Nabi Muhammad Saw, serta wafat dalam keadaan muslim.
Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Pengertian Hukum Islam Menurut Para Ahli. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
0 Response to "Pembentukan Sumber Hukum Islam Periode Madaniyyah"
Posting Komentar