Studi Hukum Islam sebagai Etika Islam
fikriamiruddin.com - Terdapat kaitan erat antara hukum dan etika. Hukum menghasilkan konsep benar dan salah, sedangkan etika menghasilkan konsep baik dan buruk. Keputusan harus berlandaskan etika agar tetap berada dalam koridor keadilan. Sebaliknya, etika akan semakin kuat jika didukung oleh keputusan hukum. Etika hanya memiliki sanksi moral, sementara hukum mempunyai sanksi legal.
Dari bentuknya, hukum dapat dibaca dengan jelas dikarenakan berupa peraturan perundang-undangan yang tertulis. Tidak demikian halnya dengan etika yang bentuknya banyak tidak tertulis. Oleh karena itu, perdebatan hukum selalu melibatkan logika pernyataan, sedangkan etika terus diperdebatkan tanpa standar baku. Setiap orang dapat menyatakan moral, namun mereka berbeda pendapat mengenai ukurannya.
Studi mengenai ukuran moral ini masuk dalam wilayah filsafat etika. Di Indonesia sendiri, studi hukum Islam dapat dikategorikan kajian hukum dan dapat juga kajian etika. Tidak banyak rumusan hukum Islam yang menjadi peraturan perundang-undangan di Indonesia. Yang cukup dominan adalah memberlakukan hukum Islam sebagai etika bagi umat Islam.
Apabila terdapat seorang muslim yang enggan mematuhi keputusan hukum Islam, maka dirinya tidak dijerat dengan sanksi legal, namun sanksi moral. Umat Islam yang menenggak minuman keras tidak dijerat sanksi legal, namun diberikan “label” oleh masyarakat sebagai orang yang melakukan maksiat. Namun demikian, kasus yang sering muncul adalah terjadinya benturan antara keputusan hukum Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Baca Juga: Kajian Hukum Islam Sosiologis
Tentu saja hukum Islam terkalahkan, mengingat dirinya hanya sebagai kekuatan moral. Meskipun sebagai kekuatan moral, hukum Islam senantiasa menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan di masyarakat muslim. Kekuatan agama yang melekat dalam hukum Islam menjadikannya lebih berarti. Di antara umat Islam, ada yang mengutamakan hukum Islam di atas segalanya, termasuk peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal ini dapat dipahami, bahwa pemberlakuan hukum Islam di Indonesia jauh lebih tua dibanding peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hukum Islam berlaku sejak Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 dan dikuatkan oleh kerajaan-kerajaan Islam pada adab ke-13. Sementara itu, konstitusi Republik Indonesia lahir pada tahun 1945. Dengan fakta ini, hukum Islam menjadi etika Islam yang paling kuat di Indonesia.
Ketika hukum Islam menjadi etika utama bagi umat Islam di Indonesia, maka ukuran etikanya adalah studi hukum Islam. seseorang dianggap pakar studi hukum Islam apabila dirinya memiliki kualifikasi dan kompetensi dalam mengukur etika Islam serta memberikan argumentasi yang tepat. Pakar studi hukum Islam senantiasa menjadi rujukan masyarakat muslim dalam mengambil keputusan.
Dengan kata lain, pemuka agama Islam setidaknya harus mempunyai kemampuan dasar dalam studi hukum Islam. Oleh sebab itu, mengapa sejak dahulu kala pelajaran yang diutamakan dalam pendidikan pesantren dan madrasah adalah studi hukum Islam. Pakar studi hukum Islam tentu saja telah menguasai ragam disiplin ilmu serta memahami rumusan hukum Islam yang sangat luas.
Semua kehidupan bermasyarakat seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, kenegaraan, kehakiman dan lain sebagainya tidak terlepas dari hukum Islam. semua bentuk peribadatan juga disorot oleh hukum Islam ini. Secara sosiologis, status pakar hukum Islam pada masyarakat muslim menjadi pemimpin informal. Dia memimpin ibadah ritual, menjawab permasalahan masyarakat, menjaga dan merekonstruksi tadisi masyarakat.
Selain itu juga, mengatur masyarakat dengan norma etika. Ucapan dan keputusannya lebih dihormati dan diikuti oleh masyarakat daripada pemimpin formal. Secara teologis, tidak sedikit ayat-ayat al-Qur’an maupun hadis-hadis Nabi yang mengukuhkan kemuliaan pakar studi hukum Islam. Pakar ini tidak hanya disebut sebagai alim/ulama, namun juga dipanggil sebagai hakim, mujtahid, qadli dan lain sebagainya.
Baca Juga: Kajian Hukum Islam Normatif dan Historis
Di negara-negara yang menerapkan hukum Islam, pakar studi hukum Islam menjadi pejabat atau pemerhati di bidang yudikatif. Di Indonesia sendiri, para pakar studi hukum Islam duduk bersama untuk melahirkan fatwa. Di Muhammadiyah ada forum Majelis Tarjih, di NU ada Bahtsul Masail, di MUI ada Komisi Fatwa, di lembaga keagamaan lainnya pasti juga ada forum yang membahas mengenai hukum Islam.
Pada masa yang akan datang, studi hukum Islam dapat menjadi alternatif dalam sistem hukum di Indonesia. Wacana untuk membangun kembali hukum pidana dan perdata telah lama digulirkan, mengingat produk dari Belanda ini dinilai sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Inilah kemudian peluang sekaligus tantangan bagi hukum Islam. Para pakar studi hukum Islam terus membuat formulasi hukum Islam yang sesuai dengan zaman modern.
Selain itu juga, harus memperhatikan kecocokan dengan budaya Indonesia. Secara evolusi, beberapa konsep dan rumusan hukum Islam telah diterima oleh negara, antara lain Undang-undang Pengelolaan Zakat, Undang-undang Perbankan Syari’ah, bahkan beberapa daerah telah memutuskan untuk menerapkan hukum Islam melalui perda syari’ah.
Jadi dalam hal ini, hukum Islam telah memberikan kontribusi nyata dalam penataan etika masyarakat muslim serta diharapkan lebih mewarnai kehidupan umat beragama di Indonesia. Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Objek Kajian dalam Hukum Islam. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
Dari bentuknya, hukum dapat dibaca dengan jelas dikarenakan berupa peraturan perundang-undangan yang tertulis. Tidak demikian halnya dengan etika yang bentuknya banyak tidak tertulis. Oleh karena itu, perdebatan hukum selalu melibatkan logika pernyataan, sedangkan etika terus diperdebatkan tanpa standar baku. Setiap orang dapat menyatakan moral, namun mereka berbeda pendapat mengenai ukurannya.
Studi mengenai ukuran moral ini masuk dalam wilayah filsafat etika. Di Indonesia sendiri, studi hukum Islam dapat dikategorikan kajian hukum dan dapat juga kajian etika. Tidak banyak rumusan hukum Islam yang menjadi peraturan perundang-undangan di Indonesia. Yang cukup dominan adalah memberlakukan hukum Islam sebagai etika bagi umat Islam.
Apabila terdapat seorang muslim yang enggan mematuhi keputusan hukum Islam, maka dirinya tidak dijerat dengan sanksi legal, namun sanksi moral. Umat Islam yang menenggak minuman keras tidak dijerat sanksi legal, namun diberikan “label” oleh masyarakat sebagai orang yang melakukan maksiat. Namun demikian, kasus yang sering muncul adalah terjadinya benturan antara keputusan hukum Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Baca Juga: Kajian Hukum Islam Sosiologis
Tentu saja hukum Islam terkalahkan, mengingat dirinya hanya sebagai kekuatan moral. Meskipun sebagai kekuatan moral, hukum Islam senantiasa menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan di masyarakat muslim. Kekuatan agama yang melekat dalam hukum Islam menjadikannya lebih berarti. Di antara umat Islam, ada yang mengutamakan hukum Islam di atas segalanya, termasuk peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal ini dapat dipahami, bahwa pemberlakuan hukum Islam di Indonesia jauh lebih tua dibanding peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hukum Islam berlaku sejak Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 dan dikuatkan oleh kerajaan-kerajaan Islam pada adab ke-13. Sementara itu, konstitusi Republik Indonesia lahir pada tahun 1945. Dengan fakta ini, hukum Islam menjadi etika Islam yang paling kuat di Indonesia.
Ketika hukum Islam menjadi etika utama bagi umat Islam di Indonesia, maka ukuran etikanya adalah studi hukum Islam. seseorang dianggap pakar studi hukum Islam apabila dirinya memiliki kualifikasi dan kompetensi dalam mengukur etika Islam serta memberikan argumentasi yang tepat. Pakar studi hukum Islam senantiasa menjadi rujukan masyarakat muslim dalam mengambil keputusan.
Dengan kata lain, pemuka agama Islam setidaknya harus mempunyai kemampuan dasar dalam studi hukum Islam. Oleh sebab itu, mengapa sejak dahulu kala pelajaran yang diutamakan dalam pendidikan pesantren dan madrasah adalah studi hukum Islam. Pakar studi hukum Islam tentu saja telah menguasai ragam disiplin ilmu serta memahami rumusan hukum Islam yang sangat luas.
Semua kehidupan bermasyarakat seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, kenegaraan, kehakiman dan lain sebagainya tidak terlepas dari hukum Islam. semua bentuk peribadatan juga disorot oleh hukum Islam ini. Secara sosiologis, status pakar hukum Islam pada masyarakat muslim menjadi pemimpin informal. Dia memimpin ibadah ritual, menjawab permasalahan masyarakat, menjaga dan merekonstruksi tadisi masyarakat.
Selain itu juga, mengatur masyarakat dengan norma etika. Ucapan dan keputusannya lebih dihormati dan diikuti oleh masyarakat daripada pemimpin formal. Secara teologis, tidak sedikit ayat-ayat al-Qur’an maupun hadis-hadis Nabi yang mengukuhkan kemuliaan pakar studi hukum Islam. Pakar ini tidak hanya disebut sebagai alim/ulama, namun juga dipanggil sebagai hakim, mujtahid, qadli dan lain sebagainya.
Baca Juga: Kajian Hukum Islam Normatif dan Historis
Di negara-negara yang menerapkan hukum Islam, pakar studi hukum Islam menjadi pejabat atau pemerhati di bidang yudikatif. Di Indonesia sendiri, para pakar studi hukum Islam duduk bersama untuk melahirkan fatwa. Di Muhammadiyah ada forum Majelis Tarjih, di NU ada Bahtsul Masail, di MUI ada Komisi Fatwa, di lembaga keagamaan lainnya pasti juga ada forum yang membahas mengenai hukum Islam.
Pada masa yang akan datang, studi hukum Islam dapat menjadi alternatif dalam sistem hukum di Indonesia. Wacana untuk membangun kembali hukum pidana dan perdata telah lama digulirkan, mengingat produk dari Belanda ini dinilai sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Inilah kemudian peluang sekaligus tantangan bagi hukum Islam. Para pakar studi hukum Islam terus membuat formulasi hukum Islam yang sesuai dengan zaman modern.
Selain itu juga, harus memperhatikan kecocokan dengan budaya Indonesia. Secara evolusi, beberapa konsep dan rumusan hukum Islam telah diterima oleh negara, antara lain Undang-undang Pengelolaan Zakat, Undang-undang Perbankan Syari’ah, bahkan beberapa daerah telah memutuskan untuk menerapkan hukum Islam melalui perda syari’ah.
Jadi dalam hal ini, hukum Islam telah memberikan kontribusi nyata dalam penataan etika masyarakat muslim serta diharapkan lebih mewarnai kehidupan umat beragama di Indonesia. Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Objek Kajian dalam Hukum Islam. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
0 Response to "Studi Hukum Islam sebagai Etika Islam"
Posting Komentar