Objek Kajian dalam Hukum Islam
fikriamiruddin.com - Ketika Islam dilekatkan pada hukum, maka objek hukum tentu saja akan semakin diperluas. Hukum Islam tidak hanya mengkaji manusia sebagai makhluk sosial, namun juga manusia sebagai makhluk beragama. Sebagai agama, ajaran agama Islam mencakup hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan makhluk Allah yang lain.
Keseluruhan hubungan ini terfokus pada manusia, sehingga objek material studi hukum Islam adalah manusia. Kajian hukum Islam dapat dikelompokkan dalam rumpun ilmu-ilmu sosial ataupun ilmu-ilmu kemanusiaan. Kesulitan dalam memasukkan satu rumpun disebabkan oleh ajaran Islam yang berasal dari wahyu. Inilah yang membedakan studi hukum Islam dengan studi hukum sekuler.
Meskipun kajian hukum Islam dikembangkan dengan pemikiran manusia, namun tidak boleh dilepaskan begitu saja dari wahyu. Maka dari itu, keputusan hukum yang tidak disertai dengan dalil wahyu tidak dapat dikatakan sebagai hukum Islam. pergulatan antara realitas dan wahyu kemudian memunculkan dua bidang kajian utama studi hukum Islam.
Bidang pertama adalah studi fikih (‘ilm al-fiqh) yang mempertemukan realitas dan pemikiran manusia. Studi fikih ini berangkat dari realitas sosial menuju hasil ijtihad atau dari hasil ijtihad menuju realitas sosial. Seperti halnya ketika realitas mengemukakan kasus pernikahan di bawah umur. Kasus ini kemudian dihubungkan hasil ijtihad para ulama. Ternyata, hal ini pernah dibahas dan kemudian hasil pembahasannya menjadi jawaban dari kasus tersebut.
Baca Juga: Apa Saja Objek Kajian Ilmu Hukum?
Selain itu, hasil pembahasan tersebut juga akan disosialisasikan kepada masyarakat. Bahkan kekuatan hukumnya akan ditingkatkan hingga menjadi peraturan perundang-undangan. Dengan kekuatan ini, maka pernikahan di bawah umur tidak saja dihukum haram, akan tetapi juga akan terancam sanksi.
Bagian kedua adalah studi yurisprudensi Islam (‘ilm ushul al-fiqh) yang menghubungkan pemikiran manusia dengan wahyu. Kajian ini juga memiliki dua arus. Pertama, istinbath, yakni menganalisis dalil dikarenakan terdapat persoalan baru. Kajian ini tidak dilaksanakan tanpa permasalahan baru, sehingga dalam hal ini berangkat dari persoalan yang diajukan dan berakhir pada jawaban atas persoalan tersebut. Jawaban ini dapat dinamakan fikih.
Kedua, istidlal, yakni menganalisis dalil untuk dapat merumuskan beberapa konsep hukum yang lazim disebut fikih. Tak jarang konsep ini dijadikan norma oleh masyarakat. Jadi dalam hal ini, kajian ushul fikih (yurisprudensi Islam) merupakan proses untuk menghasilkan fikih. Kajian hukum Islam, baik fikih maupun ushul fikih, memiliki objek formal (al-maudlu’), yakni perbuatan manusia dewasa yang berakal sehat (fi’l al-mukallaf).
Menurut Alie Yafie (1994), sasaran dari ilmu ini adalah af’alul mukallafin. Dengan kata lain sasarannya adalah manusia serta dinamika dan perkembangan masyarakatnya yang semuanya itu merupakan gambaran nyata dari af’alul mukallafin, yang ingin dipolakan dalam tata nilai yang menjamin tegaknya suatu kehidupan beragama dan bermasyarakat yang saleh secara ritual maupun secara sosial.
Baca Juga: Sikap Terhadap Filsafat, Agama dan Ilmu Pengetahuan
Dengan perbuatan manusia sebagai objek formal, kajian hukum Islam tidak mengkaji keyakinan dan maksud hati manusia. Kajian keyakinan dibahas oleh Ilmu Tauhid, sedangkan maksud hati ditelaah oleh Ilmu Akhlak. Ketika manusia berhubungan dengan Tuhannya, maka penerimaannya didasarkan pada dua aspek, yakni keikhlasan hati dan kebenaran tindakan. Dalam hal ini, kajian hukum Islam hanya membahas kebenaran tindakan, bukan keikhlasan hati.
Kegiatan ritual dapat dibenarkan atau sah jika sesuai dengan titah wahyu. Kajian hukum Islam ini meliputi aspek sosial (mu’amalat) dan aspek ritual (i’badat). Aspek sosial ini meletakkan studi hukum Islam pada rumpun ilmu sosial, sedangkan aspek ritual menjadikannya sebagai bagian dari ilmu-ilmu humaniora, tepatnya ilmu-ilmu agama. Dalam hal ini sesungguhnya aspek ritual juga tidak dapat dilepaskan begitu saja dengan aspek sosial.
Pelaksanaan perintah Allah tidak boleh mengorbankan hak-hak manusia. Maka dari itu, kajian studi hukum Islam lebih dominan pada aspek sosial. Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Kedudukan, Fungsi dan Tujuan Filsafat. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
Keseluruhan hubungan ini terfokus pada manusia, sehingga objek material studi hukum Islam adalah manusia. Kajian hukum Islam dapat dikelompokkan dalam rumpun ilmu-ilmu sosial ataupun ilmu-ilmu kemanusiaan. Kesulitan dalam memasukkan satu rumpun disebabkan oleh ajaran Islam yang berasal dari wahyu. Inilah yang membedakan studi hukum Islam dengan studi hukum sekuler.
Meskipun kajian hukum Islam dikembangkan dengan pemikiran manusia, namun tidak boleh dilepaskan begitu saja dari wahyu. Maka dari itu, keputusan hukum yang tidak disertai dengan dalil wahyu tidak dapat dikatakan sebagai hukum Islam. pergulatan antara realitas dan wahyu kemudian memunculkan dua bidang kajian utama studi hukum Islam.
Bidang pertama adalah studi fikih (‘ilm al-fiqh) yang mempertemukan realitas dan pemikiran manusia. Studi fikih ini berangkat dari realitas sosial menuju hasil ijtihad atau dari hasil ijtihad menuju realitas sosial. Seperti halnya ketika realitas mengemukakan kasus pernikahan di bawah umur. Kasus ini kemudian dihubungkan hasil ijtihad para ulama. Ternyata, hal ini pernah dibahas dan kemudian hasil pembahasannya menjadi jawaban dari kasus tersebut.
Baca Juga: Apa Saja Objek Kajian Ilmu Hukum?
Selain itu, hasil pembahasan tersebut juga akan disosialisasikan kepada masyarakat. Bahkan kekuatan hukumnya akan ditingkatkan hingga menjadi peraturan perundang-undangan. Dengan kekuatan ini, maka pernikahan di bawah umur tidak saja dihukum haram, akan tetapi juga akan terancam sanksi.
Bagian kedua adalah studi yurisprudensi Islam (‘ilm ushul al-fiqh) yang menghubungkan pemikiran manusia dengan wahyu. Kajian ini juga memiliki dua arus. Pertama, istinbath, yakni menganalisis dalil dikarenakan terdapat persoalan baru. Kajian ini tidak dilaksanakan tanpa permasalahan baru, sehingga dalam hal ini berangkat dari persoalan yang diajukan dan berakhir pada jawaban atas persoalan tersebut. Jawaban ini dapat dinamakan fikih.
Kedua, istidlal, yakni menganalisis dalil untuk dapat merumuskan beberapa konsep hukum yang lazim disebut fikih. Tak jarang konsep ini dijadikan norma oleh masyarakat. Jadi dalam hal ini, kajian ushul fikih (yurisprudensi Islam) merupakan proses untuk menghasilkan fikih. Kajian hukum Islam, baik fikih maupun ushul fikih, memiliki objek formal (al-maudlu’), yakni perbuatan manusia dewasa yang berakal sehat (fi’l al-mukallaf).
Menurut Alie Yafie (1994), sasaran dari ilmu ini adalah af’alul mukallafin. Dengan kata lain sasarannya adalah manusia serta dinamika dan perkembangan masyarakatnya yang semuanya itu merupakan gambaran nyata dari af’alul mukallafin, yang ingin dipolakan dalam tata nilai yang menjamin tegaknya suatu kehidupan beragama dan bermasyarakat yang saleh secara ritual maupun secara sosial.
Baca Juga: Sikap Terhadap Filsafat, Agama dan Ilmu Pengetahuan
Dengan perbuatan manusia sebagai objek formal, kajian hukum Islam tidak mengkaji keyakinan dan maksud hati manusia. Kajian keyakinan dibahas oleh Ilmu Tauhid, sedangkan maksud hati ditelaah oleh Ilmu Akhlak. Ketika manusia berhubungan dengan Tuhannya, maka penerimaannya didasarkan pada dua aspek, yakni keikhlasan hati dan kebenaran tindakan. Dalam hal ini, kajian hukum Islam hanya membahas kebenaran tindakan, bukan keikhlasan hati.
Kegiatan ritual dapat dibenarkan atau sah jika sesuai dengan titah wahyu. Kajian hukum Islam ini meliputi aspek sosial (mu’amalat) dan aspek ritual (i’badat). Aspek sosial ini meletakkan studi hukum Islam pada rumpun ilmu sosial, sedangkan aspek ritual menjadikannya sebagai bagian dari ilmu-ilmu humaniora, tepatnya ilmu-ilmu agama. Dalam hal ini sesungguhnya aspek ritual juga tidak dapat dilepaskan begitu saja dengan aspek sosial.
Pelaksanaan perintah Allah tidak boleh mengorbankan hak-hak manusia. Maka dari itu, kajian studi hukum Islam lebih dominan pada aspek sosial. Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Kedudukan, Fungsi dan Tujuan Filsafat. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.
0 Response to "Objek Kajian dalam Hukum Islam"
Posting Komentar