Peran Gender dalam Keluarga
Ilustrasi: Sindonews.net |
fikriamiruddin.com - Sebagian besar masyarakat di negara yang sedang berkembang menggunakan budaya patriarki, sehingga kedudukan dan peranan laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan dipandang lebih penting dan menentukan. Demikian halnya pada masyarakat yang mayoritas penduduknya beragama Islam, budaya patriarki sebagai ajaran yang masih banyak dipatuhi oleh umatnya. Keadaan demikian ini setidaknya karena pengaruh dari ajaran agama Islam yang dalam banyak hal cenderung menomor satukan laki-laki. Dalam pembahasan ini, faktor budaya patriarki dan ajaran agama Islam yang ada dalam masyarakat tersebut diposisikan sebagai variabel determinan terhadap ketidaksetaraan gender.
Di setiap keluarga inti pasti memandang sangat penting untuk mensosialisasi anggota keluarga terutama anak-anaknya tentang budaya komunitasnya maupun ajaran agama. Budaya serta adat kebiasaan yang dimiliki oleh masyarakatnya dipercayakan kepada masing-masing orang tua untuk mensosialisasikan kepada anak-anaknya, dengan tujuan agar anak dengan mudah dapat berinteraksi dengan lingkungan komunitasnya serta terwariskannya kebudayaan dari generasi tua kegenerasi muda. Sedang sosialisasi ajaran agama, lebih dipercayakan pada para pemuka agama maupun orang tua. Sosialisasi ajaran agama dimaksudkan untuk memberi landasan moral bagi anggota keluarga dalam berinteraksi dengan sesama manusia, lingkungan dan Tuhannya. Itulah sebabnya sosialisasi ajaran agama dianggap sangat penting bagi anggota keluarga terutama anak-anaknya.
Beberapa aspek budaya masyarakat serta sebagian dari ajaran agama Islam dapat dikatakan bersifat patriarki. Budaya patriarki dalam beberapa aspek kehidupan cenderung lebih mengunggulkan laki laki dan merendahkan wanita. Diskriminasi gender pada masyarakat yang menggunakan budaya patriarki serta yang digunakan pada ajaran agama Islam dalam banyak hal sering dituduh merugikan posisi wanita, walaupun dibalik kenyataan yang demikian itu dimungkinkan adanya hikmah yang besar terhadap eksistensi wanita maupun untuk kelangsungan kehidupan masyarakat yang damai. Disatu sisi barangkali ada benarnya bahwa tuduhan bahwa budaya patriarki yang digunakan oleh masyarakat maupun dalam ajaran agama Islam itu terdapat sejumlah bukti yang menguatkan telah merugikan kaum wanita.
Menurut penulis menjadi perempuan khususnya muslimah adalah sama dengan membatasi ruang gerak mereka sebagai manusia. Kenapa? Coba bayangkan seandainya menjadi seorang laki-laki, mereka tidur dimana saja (bahkan di emperan toko) rasanya tidak terlalu menjadi masalah besar. laki-laki punya kekuatan yang lebih (misal : angkat barang, lari, balapan dan lain-lain) , laki-laki diberi logika yang jauh lebih tajam dibandingkan perempuan sehingga tidak terbebani perasaan-perasaan yang berlebihan, laki-laki bebas bertravelling kemanapun dan pergi sampai jam berapapun tanpa perlu mengkhawatirkan orang yang ingin berbuat “tindak susila” walaupun masih harus tetap waspada dengan penjahat-penjahat yang lain.
Peran gender merupakan ekspresi publik tentang identitas gender. Fenomena perempuan bekerja sebenarnya bukanlah barang baru di tengah masyarakat kita. Di sektor publik sering kali sistem yang ada tidak mendukung perempuan dan laki-laki bekerja untuk dapat pula melakukan kerja reproduksi secara optimal sekaligus situasi di sektor publik sering pula tidak ramah keluarga, baik terhadap karyawan perempuan maupun laki-laki. Memberikan cuti melahirkan bagi karyawan perempuan dianggap pemborosan dan inefisiensi. Berkomitmen tinggi terhadap anak dan keluarga dipandang tidak kompatibel dengan dunia kerja, peran gender? Ketidakadilan gender? Ketidakadilan gender masih terjadi di Indonesia hingga saat ini. stereotype yang menyatakan bahwa perempuan lebih lemah dari pada laki-laki. Kondisi ini semakin memperlihatkan posisi sosial perempuan yang berada di bawah laki-laki secara struktural. Perbedaan sifat tersebut membuat adanya peran gender dalam tingkat keluarga.
Perempuan tidak mempunyai daya untuk menentukan pilihannya. Gender dalam “Ruang” Keluarga “suami adalah kepala rumah tangga dan istri ibu rumah tangga,” UU Perkawinan tahun 1974 pasal 31 ayat 3 “istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya”. Pasal 34 ayat 2 Peraturan hukum tertulis ini semakin memperjelas hubungan antar gender di tingkat keluarga UU perkawinan tahun 1974 pasal 34 ayat (1); “suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya” Menunjukkan budaya patriarki dan superioritas laki-laki dalam mencari nafkah.
0 Response to "Peran Gender dalam Keluarga"
Posting Komentar