Teori Negara Pluralis dan Tokohnya
Gambar : muslim.or.id |
fikriamiruddin.com - Teori Negara pluralis adalah pandangan yang melihat Negara sebagai alat yang netral dari aktor-aktor sosial politik yang menguasai atau mempengaruhi Negara. Paham ini menekankan dari heterogenitas masyarakat. Masyarakat terdiri dari kelompok kekuatan sosial politik yang saling berinteraksi. Menurutnya tidak ada satu kelompok yang secara eksklusif mengenian relatifdalikan Negara yang mungkin terjadi adalah adanya kelompok tertentu yang lebih dominan dibanding kelompok lain. Kedaulatan pluralis “menolak adanya kedaulatan tunggal “kedaulatan monistik” dan mutlak dalam negara. Negara dilihat sebagai suatu hubungan antara kelompok dengan kelompok yang lainnya, kelompok-kelompok tersebut harus mandiri (independent) dan membuat kebijakan tanpa kontrol dari negara (m ilham h, 2010)” Komponen yang penting dari argumentasi pluralis adalah serangan terhadap “kedaulatan monistik” yang terpusat. Dan adanya pendapat bahwa diperlukannya penyebaran kewenangan dan kekuasaan untuk kelompok-kelompok. Teori pluralis ini adalah reaksi terhadap pendapat Bodin, Hobbes, Austin dan sebagainya. Tokoh : Léon Duguit, Hugo Krabbe, and Harold J. Laski.
Bodin adalah orang pertama yang menggunakan istilah tersebut secara sistematis dalam pemikiran Eropa dan dapat dikatakan bahwa ia mengindentifikasikan hal tersebut dengan negara. Kedaulatan menyaratkan “kekuatan tertinggi atas warga negara tidak dibatasi (kebebasan) oleh hukum. Para pemikir absolutis menyatakan bahwa hal ini penting untuk setiap negara commonwealth untuk memiliki gagasan seperti itu. Bahkan, teori kedaulatan dinyatakan sebagai poros untuk teori absolut. Dalam negara terdapat kedaulatan, sesuatu yang sifatnya alamiah mutlak, abadi, tak terpisahkan dan tidak dapat dicabut (dihilangkan). Pemenggang kekuasaan (yang berdaulat) -dasarnya kedaulatan absolutisme-, adalah sesuatu yang tertinggi di setiap Negara. Ini awalnya seseorang atau orang, memiliki sumber dari semua hukum dan otoritas. Jadi pemenggang kekuasaan (yang berdaulat) tidak dapat dilawan secara hukum. Perlawanan Hukum adalah sebuah kontradiksi, karena harus memiliki legitimasi dari yang berdaulat. Jadi raja berdaulat sering disebut sebagai hukum yang hidup.
Hobbes, Bodin dan Austin memiliki dasar argumen yang berbeda. Menurut Hobbes dalam pandangannya, menggambarkan kelompok sebagai ‘worms in the entrails’ dari tubuh politik. Grup (kelompok) dipandang sebagai kumpulan individu. Kelompok adalah identitas buatan, keberadaannya hanya sebagai konsesi (kerelaan) dari yang berdaulat. Mereka ada karena alasan kemauan dari yang berdaulat dan dapat dihentikan atas kemauan yang berdaulat pula. Ini hal logis dari kedaulatan terpusat. Meskipun variasi dan elaborasi, khususnya dengan kemajuan kedaulatan rakyat, pandangan kedaulatan monistik tetap mejadi diskusi pada abad kedelapan belas dan kesembilan belas. Kedaulatan memberikan penjelasan tentang keutuhan yang diperlukan negara. Salah satu sarjana berpendapat, ‘Teori kedaulatan ini merupakan hasil dari kebutuhan untuk membenarkan beberapa teoritis dasar adanya persatuan (unity).” Dengan demikian teori kedaulatan adalah teori persatuan (unity). Adanya elaborasi (pembahasan – uraian yang panjang) dari dasar kedaulatan merupakan indikasi adanya kebutuhan untuk persatuan tersebut.
Gierke dan Figgis mengidentifikasi sumber dari prinsip kedaulatan dengan hukum Romawi. Doktrin‘plenitude of power’ (plenitudo potestatis) diambilnya dari pemikiran Paus. Doktrin ‘plenitude of power’ (plenitudo potestatis) diadaptasi oleh Paus untuk membenarkan klaim absolut mereka. Figgis mengutip Hobbes, mengatakan bahwa dalam Paus kita melihat ‘The ghost of the Roman Empire sitting crowned on its grave’. Untuk Figgis, Paus bisa mengatakan L’Eglise c’est moi merupakan kebenaran dari Louis XIV. Dan, Louis XIV bisa saja mengatakan dia adalah negara.
Pada perkembangnnya, lahir pemikiran pluralis, yang berlanjut hingga abad kedua puluh. Menurut pluralis, tidak menjadi permasalahan apakah negara demokratis, diperintah oleh Paus atau kedaulan absolut, jika kedaulatan dianggap sebagai hal mutlak dan indivisable, maka dapat merusak persatuan skala kecil. Menurut Figgis, The great Leviathan of Hobbes, the plenitude potestatis of the canonists, the arcana imperii, dan teori kedaulatan Austin, semua itu merupakan hal yang sama yakni kekuasaan tak terbatas dan tak terhingga yang diberikan oleh hukum di dalam Negara.
0 Response to "Teori Negara Pluralis dan Tokohnya"
Posting Komentar